"Tanpamu,
aku sebatas rindu yang tak pernah sampai ke peraduannya." - Fanny Salma (20yo)

Sabtu, 15 Juni 2013

Cinta Bukan Logika



Tema: (Masih) Cinta Diam-Diam
Judul: Cinta bukan logika
Author: Fanni Salma



Awalnya aku hanya menganggap setiap detak jantungku adalah ungkapan bahagia memilikimu. Aku tak paham apa yang merasuk dalam otakku ketika benda ini terus bekerja mengingat namamu, sampai aku sadar bahwa ada perasaan lebih untukmu. Bukan sekedar perasaan seorang sahabat kepada sahabatnya namun perasaan seseorang untuk lawan jenisnya. Aku tau ini gila, seberapa waras aku untuk menumbuhkan rasa ini begitu saja? Entah, aku tak mengerti benar. Cengkrama kecil kita mampu membawaku sampai ke perasaan ini. Andai tak pernah ada status ‘sahabat’ mungkin tak akan sesakit ini. Aku terlalu mencintaimu dengan caraku.

Aku diam, meratapi segala kebodohanku. Harusnya aku sadar, status sahabat itu masih dan tetap mendarah daging diantara kita. Hanya sahabat. Tak lebih. Perhatian itu hanya formalitas belaka, perhatian yang menurutku istimewa. Bukankah cinta bagian dari anugerah Tuhan? Lantas apa masih pantas disebut anugerah jika terjebak dalam cinta persahabatan? Tersiksa dengan rasa yang hanya bisa disimpan dalam hati, membiarkan prinsip bernama sahabat memenangkan egonya. Ah.. ini sulit.

Semuanya tak bisa terbaca begitu saja. Prinsip sahabat ini seperti merkurius yang selalu konsisten dalam keadaan, persis ketika aku berusaha menjaga kekonsistenan hubungan antara kita. Tak mudah. Aku berusaha seorang diri, terjatuh seorang diri bahkan bangkit seorang diri. Nyatanya kamu tak perlu tau, cukup otak dan hatiku yang menjadi saksi betapa seruan-seruan kecil mereka membuatku percaya akan perasaan yang pelan-pelan tumbuh ini. Kita mengepakkan sayap bersama-sama bahkan terbang bersamaan, itu membuatku terbiasa akan kehadiranmu juga hadirnya perasaaan cinta ini. Sayangnya kita memang sudah -terbiasa dengan keadaan ini, bersama sebagai sepasang sahabat sejati. Itu membuatku takut. Aku telah membuat kesalahan dalam peraturan persahabatan, yakni mencintai sahabatku sendiri. Namun disisi lain ini bukan keinginanku, cinta bukan masalah logika.

Setiap langkah kita adalah untuk menuju titik yang berbeda. Ah, tentu. Aku dan kamu bukan takdir layaknya adam dan hawa. Satu hal yang perlu kamu tau, aku menginginkan takdir itu. Jika memang aku bukan bagian tulang rusukmu, aku masih berharap jalan kita selalu bersisian, meski dengan tujuan yang berbeda. Langkah kaki yang memang sudah terbiasa bersamamu itu membuatku semakin larut dalam kegamangan rasa ‘terbiasa’ yang akhirnya bermetamorfosa menjadi ‘cinta’.

0 komentar:

Posting Komentar