Tittle: You're Mine
Author: Fanny Salma
1
Lekuk
tubuh yang anggun terbalut seragam putih-biru muda serta sebuah rompi yang
berwarna senada mulai melangkahkan kaki. Si pemilik tubuh indah tersebut
mendongak, seketika dia dapat melihat dengan jelas tulisan ‘Green Day SHS’
tepat di atas gerbang kebanggaan SMA-nya. Lantas, dia lanjut melangkah.
Sepasang
mata memperhatikannya. Namun, gadis itu masih angkuh dan tetap berjalan seolah
tak ada siapa-siapa yang tengah melihatnya intens.
Sang
pemilik mata sendiri, berdecak kasar. Dengan kepercayaan diri yang berhasil dia
tingkatkan--entah dengan cara apa--dia pun menghampiri si gadis
tersebut. Tanpa basa-basi, tangannya beranjak meraih pergelangan tangan gadis
itu. Detik itu pula, si gadis berbalik dan menatapnya kesal. Hanya saja, bukan
permintaan maaf yang dilontarkan melainkan kerlingan mata yang terkesan genit.
“Mau lo
apa sih?!” kesal si gadis.
“Easy. Y-O-U.”
Mendengar
jawaban yang sangat tak diharapkan, gadis itu kembali menatap kesal lalu
menyentakkan pergelangan tangannya. Sorot matanya pun berubah lebih tajam.
Lekuk wajah dengan garis yang sempurna itu semakin terlihat jelas karena
tatapan tersebut.
“Rio
Feryata Jo! Berhenti ganggu gue. Setidaknya satu hari aja bisa nggak sih?!”
Lagi-lagi,
dia tak memberi respon yang diharapkan oleh si gadis. Melainkan, pemuda yang
ternyata bernama Rio itu tertawa lebar dan memamerkan wajah--yang
menurut si gadis--sangat menyebalkan.
“Only you. Yang bisa nyebutin nama
lengkap gue sefasih itu, nona Ify Michella Jo,” goda Rio.
“Heh!
Jangan nambahin nama orang sembarangan! Nama gue cuma Ify Michella, nggak ada
nama norak di belakang itu,” dengus si gadis--Ify.
“Gue
tahu lo belum hilang ingatan. Lo nggak
lupa kan kalo...”
Rio
sengaja menggantung kalimatnya. Sambil mengerling, dia terkekeh kecil karena
melihat ekspresi Ify yang sekarang membelalakkan matanya. Sejujurnya, dengan
ekspresi apa pun, gadis itu tetap saja terlihat cantik.
“Jangan
bersuara apa-apa tentang itu atau lo mau gue bunuh?!” ancam Ify.
“Duh...
senengnya dibunuh sama cewek paling cantik di Green Day,” goda Rio sekali lagi.
Ify pun semakin kesal.
Tiba-tiba,
gadis itu melangkahkan kaki sampai jaraknya dengan Rio--nyaris--terhapuskan.
Ify yang memang lebih pendek dari Rio, terpaksa berjinjit supaya bibirnya
sampai ke telinga pemuda itu.
“Kalo lo
berani cerita macem-macem masalah perjodohan kita, gue pastiin muka lo nggak
akan berbentuk lagi,” bisik Ify dengan nada tajam dan penuh tekanan.
Sejenak,
bulu kuduk Rio meremang mendengar ucapan yang menakutkan tersebut. Namun, dia
hanya menanggapi dengan senyum miring seolah berkata ‘we will see’.
***
“APA??!”
Tubuh
Ify terjengkang ke belakang akibat ucapan toa dari salah satu sahabatnya. Untungnya,
tempat ini--bangku spesial di taman Green Day--jauh
dari keramaian karena memang dikhususkan untuk mereka.
“Bisa
pelan nggak sih lo?!” bentak Ify yang kemudian membanting pantatnya di atas
kursi. Dia pun meneguk orange juice--yang
entah milik siapa--tanpa mempedulikan sahabatnya yang tengah nyengir lebar.
“Kok
bisa lo dijodohin sama Rio?” tanya sahabatnya yang lain.
“Gue
juga bingung. Semalem pas kita pulang dari rumah Shilla, bokap sama nyokap udah
rapi dan gue disuruh ganti baju. Karena gue pikir itu acara kayak biasanya, ya
udah gue nggak curiga sama sekali...”
“Lalu,
tau-tau ada dia sama orang tuanya. Ternyata, bonyok gue sama dia itu temenan
lama dan udah janji mau ngejodohin gue sama dia kalo umur kita tujuh belas
tahun,” jelas Ify dengan nada frustasi.
“Dipikir
ini jaman Siti Nurbaya segala jodoh-jodohan?” sahut sahabat Ify yang sempat
mengeluarkan suara toa.
“Nah!
Gue aja nggak nyangka kalo gue punya bonyok yang masih kolot begitu,” balas Ify
yang membuat sahabat-sahabatnya terkekeh.
“Tapi,
Fy. Kayaknya mereka serius. Jarang-jarang kan mereka bersikap overprotective begini sama elo.”
Ify
menatap sahabatnya yang mempunyai rambut harajuku. Mau tak mau, ucapan itu
merasuk ke otaknya dan membuat Ify pusing.
“Bener
kata Cakka. Bahkan, lo disuruh putusin Alvin segala. Belum lagi, lo nggak boleh
ngobrol sama Eldwin lama-lama. Padahal dia cuma partner model video clip,” timpal gadis dengan rambut
lurus sebahu berwarna hitam legam yang sedari tadi diam.
“Ah
Shilla mah! Bikin gue takut tau gak?! Kalo perjodohan ini bener-bener terjadi,
gimana nasib gue???” cerocos Ify sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.
“Gue
bukan nakutin elo. Cuman, semua hipotesa itu menurut gue bener-bener logis dan
sudah gue saring sampai ampas-ampasnya nggak tersisa,” elak Shilla.
Ify
mengalihkan pandangannya pada dua sahabatnya--selain Shilla dan Cakka--dengan
tatapan memelas. Mereka tahu betul, gadis itu tengah mengharapkan sebuah
pembelaan atau secercah harapan untuk membuatnya tenang. Namun, dua sahabatnya
itu hanya nyengir lebar dan menatapnya dengan tatapan ‘pasrah aja deh lo’ dengan wajah tanpa dosa. Ify benar-benar muak!
“Ayolah
Zevana, Acha. Help me lah. Sebagai
sahabat yang ‘krezkrez’ harusnya itu kalian kasih solusi. Nggak kayak Shilla
sama Cakka, bukannya bikin gue tenang malah jadi takut,” desak Ify pada dua
sahabatnya itu.
Mendengar
ucapan Ify, Shilla dan Cakka saling pandang. Kemudian, mereka saling melempar
tatapan seolah berkata ‘lo sih!’
melalui isyarat mata. Berbeda dengan Zevana dan Acha yang melempar tatapan
minta maaf.
“Ah gue
punya ide!” seru Cakka.
“Apa?
Yakin akan berhasil?” tanya Ify ragu.
“Nggak
tahu sih, cuman yaaa... dicoba aja dulu,” balas Cakka.
“Jadi?”
tanya Ify lagi.
“Lo tahu
Sivia Triana kan? Dia kan naksir Rio udah lama banget. Nah, lo deketin aja deh
tuh mereka berdua. Siapa tahu, Rio jatuh cinta beneran sama Sivia dan
perjodohan kalian batal. Abis itu, lo bisa bebas pacaran sama Alvin,” usul
Cakka yang membuat mereka semua melongo.
“Tembok!
Lo pikir bisa semudah itu bikin Rio jatuh cinta sama Sivia? Lagian, Sivia itu
seratus delapan puluh derajat sama Ify. Sivia kekar, Ify lemah gemulai. Sivia
jago coret-coret tembok, Ify jago coret-coret canvas. Jatah makan Sivia kayak kuli, jatah makan Ify
seperempatnya. Ah banyaklah bedanya!” ceplos Zevana yang mulai mengeluarkan
suara toanya.
Shilla
dan Acha sudah tergelak sampai mata mereka berair. Ify sendiri menekuk wajahnya
hingga terlihat lecek. Ide yang disampaikan Cakka membuatnya dongkol.
Sejurus
kemudian, Ify melipat tangannya di depan dada. Dia nampak berpikir. Hanya saja,
tak ada ide yang terlintas.
“Argh!!!
Kenapa hidup gue menderita kayak gini sih???!!!”
***
Suara
gelak tawa di lapangan basket terdengar begitu nyaring. Di sana, ada dua pemuda
yang tengah duduk di dekat tribun sambil mengelap peluh--efek
bermain basket. Dua-duanya sama-sama tampan. Bahkan, garis wajahnya nyaris
mirip. Mereka adalah Rio dan Gabriel. Dua sejoli yang sudah bersahabat sejak
TK.
Mudah
sekali ditebak apa yang sedang mereka tertawakan. Tentunya, ini ada hubungannya
dengan masalah perjodohan Rio dan Ify. Berbeda dengan Ify yang mood-nya sangat hancur, Rio justru
merasa mood-nya benar-benar bagus.
“Jadi,
ngapain lo masih ngejar-ngejar Ify? Toh mau dia sama Alvin pun, ujungnya tetep
nikahnya sama elo,” ceplos Gabriel.
“Nggak
gitu boss! Buat apa memiliki kalo nggak cinta? Mending dilepasin deh. Sesuatu
yang dipaksakan nggak akan punya hasil bagus cuy!” balas Rio.
“Oh...
kesimpulannya, lo bakal lepasin Ify kalau dia tetep nggak cinta sama elo?”
tebak Gabriel dengan nada sok tahu. Sejurus kemudian, Rio menjitak kepala
pemuda tersebut dengan tatapan kesal.
“Justru
karena gue nggak mau ngelepasin dia, makanya gue ngejar dia mulu! Bodo amat deh
sama si Alvin itu. Mau dia gantung diri, nyebur ke selokan atau apalah. Gue
nggak-pe-du-li,” tegas Rio.
“Itu
namanya lo ngerebut pacar orang bego!” seloroh Gabriel. Sekali lagi, pemuda
tersebut menerima jitakan Rio dengan lapang dada.
“Mending
gue nyerobot pacar orang daripada nyerobot jodoh orang,” ujar Rio asal.
Detik
berikutnya, Gabriel menepuk keningnya sendiri sambil geleng-geleng. Sahabatnya
ini, memang selalu saja berbuat gila. Meski begitu, banyak gadis yang suka pada
Rio dibandingkan dirinya. Entah karena mata mereka bermasalah atau karena sosok
Gabriel ini tertutupi oleh hidung Rio yang semakin hari semakin mancung--menurut
Gabriel.
“Sebagai
sahabat yang setia dalam suka dan duka, gue saranin lo berobat ke klinik tong
fang deh. Siapa tahu syaraf lo ada yang putus atau kendor. Ya kali Ify jodoh
lo, kalo dia emang jodoh Alvin gimana?”
Mata Rio
membulat sempurna. “NO! Gue udah
diskusiin ini sama Tuhan tadi malam. Dan gue percaya, curhatan gue pasti
didengar dengan seksama karena gue itu ganteng.”
“Apa sih
lo! Nggak pake narsis! Lalu, lo bilang apa ke Tuhan?” tanya Gabriel dengan
kesal sekaligus curiga.
“Begini.
Ya Tuhan, Rio Feryata hambamu yang gantengnya luar biasa ini pasti jodohnya Ify
Michella yang cantiknya luar biasa kan? Kalo iya, dekatkanlah kami pada KUA
segera. Kalau bukan, pasti ada kesalah--”
“TEMBOOOKKK!!!”
seru Gabriel yang memotong ucapan Rio. Pemuda itu balas dendam dengan menjitaki
kepala Rio.
***
Ify
terus melamun di dalam mobil Alvin. Oh iya, Alvin ini berbeda sekolah dengan
Ify. Pemuda itu menimba ilmu di Nusantara, sekolah yang tak kalah elit dengan
sekolah Ify. Awalnya, mereka kenal dari Acha yang merupakan teman Alvin waktu
SMP.
Melihat
Ify yang begitu tenar di dunia maya serta wajah cantiknya sering mampir di video clip penyanyi papan atas, membuat
Alvin tertarik pada Ify. Saat mengetahui bahwa Ify ini satu sekolah sama Acha,
Alvin sengaja minta bantuan buat ketemu sama Ify. Dan rencana Alvin yang
awalnya cuma ingin kenalan pun melenceng jauh. Tidak disangka, Acha malah sahabatan
sama Ify. Jadilah Alvin sering modus ke Ify sampai akhirnya jadian.
“Sayang,
kok ngelamun?” tanya Alvin dengan lembut.
“Hah?
Eng... enggak kok,” jawab Ify gelagapan.
“Kamu
kalo kaget gitu makin cantik deh,” gombal Alvin yang membuat pipi Ify mengeluarkan
semburat merah muda.
“Tuh kan
makin cantik kalo pipinya merah gitu,” goda Alvin.
Detik
berikutnya, Ify benar-benar salah tingkah. Dia pura-pura menggelembungkan kedua
pipinya sampai terlihat bulat. Alvin pun dengan gemas mencubit pipi kanan Ify
dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya digunakan untuk menyetir.
“Ah
sakit tau!” dumel Ify.
“Salah
siapa bikin gemes?” balas Alvin dengan cengengesan.
Ini yang
membuat Ify sulit untuk tidak suka pada
pemuda di sampingnya. Alvin yang seru, tahu benar bagaimana cara mengembalikan mood-nya, pengertian dan masih banyak
lagi. Bagi Ify, Alvin sudah benar-benar sempurna.
Tapi,
mengingat orang tuanya ngotot untuk menjodohkannya dengan Rio membuat Ify
bingung. Dia tidak mungkin menyampaikan hal ini pada Alvin.
“Gimana
kabar temen kamu yang naksir berat sama kamu itu?” tanya Alvin membuat Ify
tersentak. Baru saja melamunkannya, Alvin malah membahasnya secara nyata
seperti ini.
“Tau
deh, udah dimakan ikan koi kayaknya,” ketus Ify.
“Hahaha.
Nggak boleh gitu kali, bersikap baik kan nggak ada salahnya,” ujar Alvin sambil
membelai puncak kepala Ify.
Gadis
itu pura-pura mual mendengar ucapan kekasihnya. Bersikap baik dengan Rio?
Jangan harap. Kalau pemuda itu bersikap normal, baru Ify akan baik. Namun,
sepertinya kemungkinan itu sangat tipis.
“Kamu
mau aku anterin sampai rumah kan?” tanya Alvin membuyarkan lamunan Ify.
Gadis
itu gelagapan. “Nggg.... Sampai gang aja ya, nanti aku jalan sendiri.”
“Kenapa?”
tanya Alvin lagi.
“Soalnya...
soalnya....” Ify mendengus.
“Soalnya
takut ketahuan bonyok,” umpat Ify dalam hati.
“Soalnya?”
celetuk Alvin.
“Nggg...
itu... mau beli cake di deket situ
terus mau jenguk Cakka,” alibi Ify.
“Cakka?
Bukannya tadi dia baik-baik aja?”
Ah! Ify
salah bicara. Dia semakin salah tingkah karena kebohongannya membuatnya bingung
sendiri.
“Haha,
kata siapa baik-baik aja? Tadi dia nggak enak badan gitu. Iya, nggak enak
badan, makanya aku mau jengukin. Soalnya rumah aku kan paling deket sama dia,”
ujar Ify sambil berusaha menormalkan cara bicaranya.
“Oh, ya
udah nanti aku anterin sampai Citra’s cake
aja.”
Sejurus
kemudian, Ify menghela nafas lega. Akhirnya dia tak perlu berlama-lama
membohongi Alvin.
***
Sampai
di gang, Alvin benar-benar menepati janjinya. Pemuda itu menurunkan Ify di
depan Citra’s cake yang berada di
depan gang menuju rumah Ify.
“Makasih
ya,” ujar Ify pada Alvin.
“Nggak
perlu makasih. Ah kamu kayak sama siapa aja,” balas Alvin sambil terkekeh.
Ify jadi
ikut tertawa kecil. Namun, tawa itu terhenti ketika bibir Alvin menyentuh
pipinya secara kilat. Gadis itu melongo dan detik berikutnya wajahnya menunduk
karena malu.
“I love you ‘till the end.”
“Sana.
Keburu sore,” lanjut Alvin.
“Mm,
iya. Aku turun dulu ya,” balas Ify yang masih salah tingkah. Sejujurnya, Alvin
tengah menahan tawanya melihat gadisnya seperti itu.
Sebelum
Ify membuka pintu mobil Alvin, si pemilik mobil itu mencegahnya. Dia pun turun
dari pintu kemudi lantas membukakan pintu untuk Ify. Beginilah Alvin-nya Ify,
begitu tahu bagaimana cara memperlakukannya. Dan yang terpenting, Ify selalu
merasa tersanjung dengan tindakan romantis Alvin.
“Kamu
pulang dulu, baru aku beli cake-nya,”
ujar Ify.
“Haha.
Kamu itu lucu banget sih. Biasanya kan cowok yang bilang begitu, ini malah
ceweknya,” sahut Alvin dengan tawa lebar.
“Nggak
pa-pa dong! Kan aku beda dari yang lain.”
Alvin
semakin tertawa. “Iya. Kamu emang beda. Selalu aja bisa bikin aku jatuh cinta.”
“Alviiinnn...
udah ah jangan gombal mulu. Kamu nggak mau punya pacar yang gila kan? Kalau
kamu gombalin mulu, bisa-bisa aku jadi sering senyum-senyum nggak jelas,”
dengus Ify.
“Hahaha.
Itu serius tahu!” seru Alvin.
“Oke
oke. Ya udah, kamu pulang gih. Jangan mampir ke mana pun apalagi sama cewek
selain aku,” ancam Ify.
“Ngusir
ceritanya? Lagian, nggak bakal ada yang lain. Cuma Ify Michella. Ciyussss,”
goda Alvin.
“Alaaayyy!
Udah ah. Sana pulang. Ntar aku nggak jadi jengukin Cakka.”
“Oh iya
deng. Bye bye sayangku,” ujar Alvin
yang kemudian mendaratkan bibirnya ke pipi putih Ify untuk kedua kalinya.
Namun, kali ini Alvin langsung masuk ke dalam mobilnya. Membiarkan Ify
mencak-mencak sambil ngedumel. Lagi-lagi, pemuda itu tertawa melihat tingkah
Ify dari dalam mobil.
Sejurus
kemudian, mobil berwarna silver
tersebut melaju meninggalkan sosok Ify
yang kini tersenyum lirih sambil memegangi pipi kirinya--bekas
dicium Alvin. Dia pun melangkahkan kaki menuju gang.
Tanpa
disangka, sudah ada pemuda yang tak ingin dilihatnya. Pemuda tersebut sudah
nangkring di atas motornya yang berada di tepi jalan gang. Ify mendengus sebal.
“Mau apa
lo?!” ketus Ify.
“Gue
udah nungguin lo daritadi. Ayo. Gue anter ke rumah,” ujar Rio tanpa
mempedulikan pertanyaan Ify.
“Ogah!
Gue bisa jalan kaki. Lagian ini tuh deket, ngapain lo anter segala?” kesal Ify.
“Jadi,
lo mau gue anterin dari sekolah biar jauhan? Bilang dong,” goda Rio yang
membuat Ify menepuk keningnya.
“Ampun
deh!!! Lo tuh yaaa--”
“Udah
ganteng, baik, romantis lagi,” potong Rio dengan cepat.
Ify
langsung memijat keningnya dan menatap sengit makhluk di hadapannya ini.
Rasanya, sekarang ini dia ingin mencekik leher Rio sekarang juga. Apalagi
menatap wajahnya yang sok kegantengan itu, Ify menjadi semakin tidak suka
padanya.
“Jangan
diem aja kali,” celetuk Rio.
“Atau lo
mau gue cium dulu kayak Alvin tadi? Mau yang sebelah mana?” ceplos Rio yang
membuat Ify mendelik.
“NIH!!!
Cium buku gue!” nyolot Ify sambil mengarahkan buku cetaknya ke muka Rio.
“IFYYY!!!”
***
Di rumah
Shilla sendiri, dia dan sahabat-sahabatnya--Zevana, Acha dan Cakka--tengah
mengadakan rapat meja persegi. Mereka tengah membahas jalan keluar untuk masalah
Ify supaya gadis itu tak marah-marah lagi.
Sayangnya,
sudah satu jam di rumah Shilla ini, mereka belum juga menemukan ide untuk
menggagalkan perjodohan Ify dan Rio. Orange
juice dan beberapa cemilan pun sudah berpindah ke perut mereka. Bahkan,
Zevana sudah menguap sebanyak 15 kali.
“Gimana
dong? Gue ngantuk banget,” dumel Zevana.
“Susah
sih. Coba lo nggak ngenalin Alvin ke Ify, Cha. Pasti kan Ify nggak berat di
Alvin,” sahut Shilla.
“Kok
gue? Kan Alvin yang minta. Sebagai teman, nggak mungkin kan gue nolak? Lagian
gue tahu banget kalo Alvin nggak akan mainin Ify. Terbukti kan?” balas Acha
membela diri.
“Udah
deh nggak usah ribut. Tau gini, mending pake cara gue yang tadi,” celetuk
Cakka.
“Tembok!
Lo pikir bakalan berhasil?” sengit Zevana.
“Ya kan
belum dicoba,” elak Cakka.
“Cakka
yang gantengnya di bawah Justin Bieber. Sivia sama Ify itu sinkron banget. Lo
nggak bisa lihat itu? Rio aja udah naksir Ify dari kelas satu. Dan elo mau bikin
dia jatuh cinta sama Sivia? Hellooowww....”
Cakka
merengut. Bibirnya sengaja dimajukan untuk memperdalam ekspresi kesalnya.
Sayangnya, tiga gadis itu malah tergelak melihatnya. Ah begini nih, resiko
menjadi satu-satunya anak laki-laki di antara mereka. Positifnya, dia yang
paling tampan. Negatifnya, Cakka sering ditindas seperti sekarang ini.
“Atau...
kita bikin Alvin aja yang jatuh cinta sama Sivia?” usul Acha--tanpa
dosa.
“GILAAA!!!
Itu namanya mau bunuh diri. Lo nggak mau dibunuh Ify kan? Dia mah kelihatannya
aja gemulai. Kalo udah marah, jiwa evil-nya
keluar semua. Hiii serem,” ceplos Zevana yang disetujui oleh Cakka dan Shilla.
“Jadi
gimana?” tanya Acha mulai frustasi.
Sampai
sekarang pun, tak ada yang bisa memberikan solusi. Baik Cakka, Zevana maupun
Shilla hanya menggeleng pasrah.
“Udah ah
nggak usah dipikirin. Mau Ify sama Alvin atau Rio, kita dukung aja sebagai
sahabat,” ujar Cakka.
“Iya
juga sih.”