"Tanpamu,
aku sebatas rindu yang tak pernah sampai ke peraduannya." - Fanny Salma (20yo)

Jumat, 27 Juni 2014

BLINK PENYANYI, BUKAN PESINETRON



Seperti judul, kali ini aku mau bahas girlband Blink. Pertama kali Blink dibentuk aku udah excited banget dan nggak sabar sampai akhirnya mereka pertama kali perform di Dahsyat RCTI dan... awh! Mereka awesome. Mereka satu-satunya girlband yang aku akui kualitasnya. Ya, mereka punya kualitas! Bukan sekedar tebar kecantikan, senam di atas panggung atau sekedar pegang microfont. Mereka punya talenta.
Mau formasi lama atau baru, mereka tetep yang paling berkualitas. Tapi akhir-akhir ini aku meresa kualitas Blink sebagai penyanyi ‘menurun’ cuma karena sinetron yang “menurut aku” nggak membawa pengaruh apa-apa terhadap karir Blink sendiri di dunia musik. Terbukti kan Blink udah jarang perform, jarang nyanyi dan jarang-jarang yang lain. Janji-janji saat mereka main sinetron pun... apa kabar? Katanya mereka terima tawaran main sinetron karna promo lagu. Nyatanya? Boro-boro promo lagu, lagu baru aja... entahlah. Bahkan miris sekali waktu suaminya Kak Rianti Cartwigh komen di mini video Ify (instagram) kalau dia nggak tahu Ify bisa nyanyi. Miris.
Sebagai peminat mereka, aku merasa kecewa. Setiap mereka main sinetron pun rasanya porsi masing-masing member terlihat unfair. Bukan aku mau ngompor-ngomporin, tapi... aku lihatnya begitu. Lihat aja di setiap episode, berapa kali Via-Ify kesorot? Berapa kali? Ngitung pake jari di satu tangan aja masih sisa. Ngomong pun cuma sepatah! Sebagai fans, pasti kecewa dong? Tujuannya nonton kan juga karena mau lihat idola. Katanya itu karena awalnya Febby sama Pricilla dikenal di dunia akting. Nah, terus ngapain jadi penyanyi? Aku rada kesel juga waktu alasan ini keluar.
Bukan aku nggak suka Febby atau Pricilla, aku suka kok. Cuman rasanya nggak adil untuk Via-Ify. Mereka berempat tapi seolah yang di depan cuma dua orang. Waktu Blink sebagai ‘penyanyi’—yang emang kodratnya—aja porsi mereka sama!
Kalau kata anak-anak lain, mereka lebih suka sinetron pertama Blink karena masih ada lagu baru. Aku? Nggak. Aku nggak suka sinetron/ftv Blink mana pun. Karena apa? Yang ada di ‘depan’ cuma dua orang sedang Blink empat orang. Aku juga nggak ngerti kenapa nama Ify-Via di sinetron ada di depan-depan tapi malah jatah scene mereka sama pemain baru banyakan pemain baru. Lebih nggak ngerti lagi kenapa sinetronnya masih dipertahankan. Sama sekali nggak ngerti.
Terkadang aku berharap Ify-Via keluar aja dari Blink. Kesannya mereka kayak ‘nemenin syuting’. Aku emang nggak tahu apa yang terjadi di belakang layar, aku sama sekali nggak tahu, tapi seenggaknya aku tahu kalau Ify-Via udah mutlak jadi penyanyi. Bukan berada di lokasi syuting berjam-jam yang akhirnya cuma sebagai ‘iklan’.
Blink penyanyi. Bukan pemain sinetron.
Kenapa harus terus-terusan main sinetron sih? Blink punya Ify sebagai musisi muda. Blink punya Via yang suaranya nggak usah diragukan lagi. Blink juga punya Febby yang dance-nya jago. Terakhir, punya Pricilla yang udah kayak master mainin gitar. Paket lengkap kan? Tinggal kembangin dan kembangin. Fokus ke dunia musik. Karena terbentuknya Blink, emang untuk nyanyi di atas panggung.
Kalau emang mau mempertahakan eksistensi di dunia akting, tolong jangan korbanin Ify-Via. Yang ngikutin Idola Cilik dari awal pasti tahu jebolan Icil 2008 ini dan gimana perkembangan mereka.
And finally, aku berharap Blink kembali kayak dulu. Bersinar di atas panggung, membuktikan betapa mereka ‘sangat layak’ berada di tengah-tengah penyanyi lainnya.

Jumat, 20 Juni 2014

Fans Musiman. Ada yang Salah?



Apa yang ada di otak kalian ketika mendengar kalimat ‘fans musiman’? Yeah. Dulu, aku selalu berpikir negatif tentang fans musiman. Dulu, aku selalu mandang mereka sebelah mata. Dulu, aku selalu kesel—banget—sama mereka yang musiman. But, everything has changed. Ternyata seiring berjalannya waktu, aku mulai punya pemikiran lain tentang fans musiman. Pemikiran yang menurut aku lebih dewasa. Catat. Menurut aku.
Nggak ada yang salah sama mereka yang musiman. Mungkin memang kesannya labil, tapi... kembali pada ajaran di Indonesia tercinta kita ini. Semua orang punya hak. Semua orang berhak memutuskan apa yang pas untuk dirinya sendiri. Dengan catatan, tidak merugikan orang lain.
Readers, sebenarnya kita bisa pindah posisi dari tempat kita saat ini. Mencari sesuuatu yang ‘matching’ dengan pandangan kita. Bukan salah mereka kalau mereka musiman. Sama sekali bukan salah mereka! Yang salah itu orang-orang yang mengedepankan kenegatifan dan akhirnya menuduh yang enggak-enggak. Mereka pindah ngidolain ini itu juga kita nggak pernah rugi. Sama sekali.
Sebelumnya, aku ajak kalian mengenal definisi lebih dalam mengenai idola. Idola itu orang yang bisa memberikan contoh baik, orang yang bisa membawa kita menuju kebaikan, orang yang bisa membuat kita mengerti keikhlasan dan ketulusan, menjauhi keburukan, bisa menasehati sebagai sahabat pula. Lalu... emangnya kita tau kenapa mereka—yang dianggap fans musiman—itu terkesan labil? Mereka pasti punya alasan. Seandainya mereka beralasan berhenti mengagumi karena ‘sudah tidak menemukan sosok idola yang dia cari’ gimana? Apa masih mau nge-judge fans musiman?
Hati-hati ketika kamu mulai mengagumi dan mulai mendeklarasikan diri sebagai sosok fans. Kenapa? Karena yang kamu idolakan itu manusia, sesama, sama-sama seperti kamu. Terkadang, banyak yang lupa akan ini hingga akhirnya terkesan ‘menuntut’. Menuntut supaya idolanya seperti yang dia mau, menuntut supaya orang yang mengagumi—sama sepertinya—tidak mengagumi yang lain, menuntut supaya menjadi fans sejati. Apa sih makna sejati? Apa kesejatian dari menjadi seorang fans bisa membawa ke kebaikan? Bisa membawa menuju Surga? Bisa membawa diri kita jadi yang paling baik? Think again.
Untuk kalian yang selalu memprioritaskan diri dengan kalimat ‘fans sejati’ silakan bercermin. Sudahkah idola kamu menjadi idola sejati? Sudahkah? Sudahkah? Sudahkah? Karena pada dasarnya, dia juga manusia biasa.
Terapkan kalimat ‘fans sejati’ untuk orang-orang yang pantas mendapatkannya. Nabi Muhammad, misalnya. Beliau manusia yang luar biasa. Yang akhlaknya luar biasa pula. Yang bisa membawa kita menuju Surga-Nya. Jangan butakan diri dengan tokoh-tokoh televisi yang bahkan nggak pernah kita tau bagaimana karakter mereka sebenarnya. Biasanya sih yang ada di dunia maya itu... pencitraan.
Boleh kok mengagumi mereka sebanyak-banyaknya, asal meniru yang baik-baik aja, mengambil sisi positifnya saja. Dan karena itu, jangan sampai membela mereka dengan ‘kebutaan’ yang ujungnya menyakiti hati orang, mengeluarkan kata-kata kasar, mencaci maki, bertengkar, segalanya.
Pada akhirnya, semua dosa itu adalah tanggungan kamu. Bukan idola kamu.
Lalu, aku sering nemu kalimat dengan acuan ‘kalau kamu fans sejati, ayo...’ oh please! Kalian bodoh atau apa? Yang namanya mengidolakan dan mau dianggap fans, nggak perlu kok menuruti hal-hal kayak gitu. I think, she/he’s so stupid. Kenapa nggak ‘mendoakan’ aja? Mendoakan termasuk kategori men-support. Kalau idola kamu ‘pantas’ dianggap idola, mereka akan lebih bersyukur kalau banyak didoakan. Didoakan yang baik-baik tentunya.
Kesejatian seorang fans itu tidak pernah ada. Dan tidak akan bisa diukur dengan membeli sebuah merch, membuat nama idola masuk trending topic, tidak pula dengan likers atau followers.
Karena mereka yang tulus, apa adanya dan selalu mendukung dalam kebaikan lebih baik daripada mereka yang ada ketika di ambang kesuksesan. Dan biasanya, kita bisa menemukan ini di fans musiman. Sebab kebanyakan dari mereka yang pergi, sebelumnya sudah memberikan itu semua... sepenuhnya.
Jadi, masih mau menjelekkan orang lain hanya karena fans musiman?
Lebih baik fans musiman yang ikhlas di-bully, dibanding fans sejati (padahal nggak pernah ada kesejatian seorang fans) yang bisanya hanya mencaci—GARIS KERAS.