"Tanpamu,
aku sebatas rindu yang tak pernah sampai ke peraduannya." - Fanny Salma (20yo)

Rabu, 24 Desember 2014

Dari Sebilah Hati

Dari Sebilah Hati
Oleh: Fanny Salma



Terlalu banyak detik yang tak dapat kuhitung sejak segalanya berubah sedemikian rupa. Awalnya, aku mencoba biasa walau pada akhirnya aku menyerah. Menyerah untuk segala perubahan yang tak sanggup kumengerti.
Aku tak tahu, apa kamu peduli atau tidak. Aku tak tahu, apa kamu sadar atau tidak. Berapa banyak hati yang kamu buat terluka, selain aku?
Aku kecewa. Lebih dari apa yang aku tuliskan di sini. Aku kecewa, melebihi segala hal yang pernah aku kecewakan. Walau pada kenyataannya, aku tak pernah kecewa sempat menyayangimu lebih dalam. Dan sekarang, aku tak mengerti apakah rasa sayang itu masih sebesar dulu, berubah kecil atau bahkan tak pernah ada lagi. Aku tak tahu.
Mungkin kamu mempermudah segalanya, mempermudah sesuatu yang hilang dari hidupmu sebagai hembusan angin belaka. Tapi, bisa kamu mengerti perasaan orang-orang sepertiku walau sedikit saja? Bisa kamu pahami bagaimana rasa kecewa itu tiba hanya karna semua hal yang kau ubah sedemikian rupa? Aku seolah tak pernah mengenalmu kembali. Ah, aku lupa bahwa kita tak pernah mengenal. Tapi, tolong percaya. Aku pernah menyayangimu seluas antariksa.
Apakah salah bila aku merindukan kamu? Kamu yang pernah punya posisi di hatiku? Kamu yang pernah aku bangga-banggakan pada dunia. Bahkan aku yakin, saat itu dunia merasa iri hanya karna cerita-ceritaku tentangmu.
Apakah salah bila aku marah? Saat pernyataanmu yang ‘kata orang’ wajar dan biasa saja mampu menusukku hingga tembus ke jantung. Aku tahu kamu tak akan peduli, tapi aku mengingatkan. Marahnya orang yang terbiasa marah tak sebanding dengan marahnya orang yang sedang kecewa, apalagi dia yang pernah menyayangimu, memberi dukungan penuh dan mungkin selalu ada.
Segala kekecewaan ini selalu saja naik ke permukaan saat aku melihatmu seolah tak kehilangan apapun. Bukankah kamu sendiri yang bilang bahwa semua orang yang menyayangimu itu segalanya? Berharga? Lantas, apakah aku dan ‘mereka’ tidak termasuk dalam kategori ‘segalanya’ untukmu?
Aku marah. Aku kecewa. Aku benci. Tapi, kenapa aku tak pernah bisa berhenti berharap darimu? Kenapa aku terus berharap bahwa saat itu akan tiba? Saat kamu sadar bahwa orang-orang yang kamu lepaskan yang paling berharga. Orang-orang yang kamu kecewakan adalah orang-orang yang telah membuatmu mengudara seperti saat ini.
Sulit untukku tidak peduli. Aku memang diam, itu karna aku tak tahu bagaimana merangkai frasa yang tepat untukmu, untuk mengungkapkan segala kerinduanku.
Aku menghukummu dengan caraku. Aku menghakimimu dengan caraku. Meski tanpa kamu tahu, disetiap ketidakpedulianku pada hukuman itu adalah doa supaya segalanya kembali seperti dulu. Dulu yang indah, dulu yang berharga, yang tak tak pernah aku lupa sampai detik ini.

Kamu, hitung denyut nadiku sejak aku lahir sampai sekarang. Sebanyak itu aku merindukanmu.