"Tanpamu,
aku sebatas rindu yang tak pernah sampai ke peraduannya." - Fanny Salma (20yo)

Sabtu, 02 April 2016

Cerbung [FF] - When You Hold Me part 1

Tittle: When You Hold Me [1]
Author: Fanny Salma

Hallo guys! Setelah sekian lama memutuskan istirahat di dunia per-ff-an akhirnya saya kembali, membawa cerita baru (maaf sekali untuk cerita di facebook tidak dapat saya lanjutkan karena notebook rusak & semua file hilang)
Saya ingin membangkitkan CRAG SISA yang semakin ke sini semakin tenggelam. Untuk author-author lama yang mulai kehilangan feel CRAG SISA, saya harap feel kalian cepat kembali dan memulai menulis lagi #BangkitkanCRAGSISA
So, hope you like it 


1



SMA Budi Karya nampak ramai saat lima anak yang paling berpengaruh melintasi koridor. The Wanted, terdiri dari Gabriel, Rio, Cakka, Alvin dan Shilla. Gabriel merupakan anak dari pemilik yayasan, kedudukannya paling tinggi di sekolah ini. Kelimanya bersahabat sejak duduk di bangku SD—begitu pula dengan orang tua mereka yang merupakan rekan bisnis.
Terlalu sering berlima membuat mereka menutup diri. Akibatnya, mereka terlihat anti-sosial, angkuh dan dibenci banyak orang. Namun rata-rata dari para pembenci itu hanya berani membicarakan di belakang karena tak ingin didepak oleh Gabriel. Harus diakui, keempat pemuda itu sangat tampan, Shilla pun jadi sasaran keirian para gadis karena posisinya yang sangat menguntungkan. Siapa yang tak betah berada di sekitar para pemuda tampan seperti Gabriel, Rio, Cakka, dan Alvin?
“Nanti malem kalian dateng kan di pesta ulang tahunnya Angel Pieters?” tanya Shilla begitu mereka duduk di kantin.
Beberapa pasang mata menyempatkan diri mencuri dengar pembicaraan mereka. Saking seringnya mencuri dengar, mereka hafal obrolan The Wanted tak  pernah jauh-jauh dari undangan acara penting, konser atau liburan. Begitu Shilla menyebutkan nama Angel Pieters—penyanyi yang sedang naik daun—mereka hanya bisa menatap mupeng karena sudah kebal menyaksikan kedekatan mereka dengan orang-orang penting.
“Males ketemu mantan,” cetus Alvin lagi-lagi membuat mereka takjub.
Alvin mantan Angel! Ini berita besar!
“Gue dateng, Cakka juga,” jawab Gabriel sekaligus mewakili Cakka. Laki-laki itu tengah menikmati spaghetti kantin yang super lezat, dia hanya akan menyahut jika spaghetti itu sudah berpindah total ke perutnya.
“Rio?” tanya Shilla pada pemuda yang sedari tadi sibuk dengan ponsel.
Sebagai pewaris tunggal, Rio memang diharuskan untuk belajar dini mengenai perusahaan. Maka tak heran jika pemuda itu selalu fokus dengan ponselnya karena sibuk berinteraksi dengan Mas Dayat, orang kepercayaan papanya.
“Apa?” sahut Rio tak menyimak obrolan.
“Lo dateng kan ke pestanya Angel?” tanya Shilla mengulang pertanyaannya.
Pemuda itu menggeleng. “Nanti malem gue ada meeting sama Mas Dayat.”
“Kalo gitu gue bareng Gabriel sama Cakka,” putus Shilla.
“Gue jemput,” kata Cakka yang telah mengakhiri acara makannya.
Lagi-lagi posisi Shilla diirikan oleh siapapun. Gadis itu tak perlu berbuat apa-apa untuk menarik perhatian empat pemuda ini, tak perlu meminta karena mereka terlebih dulu menawarkan, Shilla bintangnya.
***
Belokan di dekat UKS memang sangat tajam, bila tak berhati-hati sedikit saja maka akan ada korban yang bertabrakan. Maka saat akan menuju ke ruang kepala sekolah atas perintah papanya, Gabriel berusaha untuk tak menabrak siapapun, sayangnya seseorang dari arah berlawanan itu yang justru menabraknya. Kecelakaan kecil itu tentu tak membuat tubuh Gabriel—sebagai lelaki—limbung begitu saja. Sebaliknya, seorang gadis dengan rambut panjang yang menabraknya jatuh tersungkur.
“Kalau jalan hati-hati dong!” maki gadis itu tanpa melihat siapa orang di hadapannya.
Mendengar bentakan itu, Gabriel melotot dan siap menyemburkan umpatan untuk gadis ini. Saat mulutnya sudah terbuka, gadis itu mendongak, wajahnya berubah semakin sengit—bukan ketakutan seperti yang diharapkannya.
“Elo ternyata. Nggak heran deh gue,” katanya seraya berdiri. Tak lupa gadis itu membersihkan roknya yang sedikit kotor.
“Maksud lo apa?” balas Gabriel tanpa ekspresi.
“Ya nggak heran. Pangeran Budi Karya yang super songong dan sok anti-sosial alias cuma mau gaul sama temen-temen The Wanted-nya doang,” ketus gadis ini tanpa ketakutan sama sekali.
“Apa? Lo mau keluarin gue? Nggak takut,” lanjut gadis itu lalu melangkah pergi meninggalkan Gabriel yang masih membisu.
Gabriel tak bisa memikirkan apa-apa lagi tentang gadis  itu karena teringat kepala sekolah. Dia pun memutuskan untuk segera pergi menemui kepala sekolahnya.
Di sisi lain, gadis yang bertabrakan dengan Gabriel tadi memasuki kelasnya dengan wajah cemberut. Dia lantas duduk di bangkunya, di sebelah gadis yang sedang membaca novel.
“Ify.”
Ify—gadis yang sedang membaca novel—menoleh lalu mengerutkan kening, dia tahu pasti ada sesuatu yang telah terjadi pada sahabatnya.
“Kenapa lo?” tanya Ify.
“Gue abis kena sial, Fy. Gue abis nabrak Gabriel terus gue maki-maki aja sekalian!”
Mata Ify membulat sempurna. “Sivia? Lo bercanda kan?”
Ya, Sivia, nama gadis yang bertabrakan dengan Gabriel tadi. Dia menggelengkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Ify. Sejak dulu, dia ingin sekali memaki The Wanted yang menurutnya terlalu sombong namun selalu saja ditahan oleh Ify. Tanpa disangka niatnya itu terlaksanakan meski hanya memaki Gabriel, setidaknya dia berhasil memaki pentolan The Wanted.
“Gila lo sumpah! Kalo sampai dia nggak terima gimana?” tanya Ify dengan panik.
“Bodo amat. Yang penting gue puas banget maki-maki dia. Tadinya mau gue ajakin adu jotos sekalian, untung gue kasihan liat badannya yang sisa tulang doang,” ceplos Sivia tak mengingat bahwa dirinyalah yang terjatuh saat bertabrakan dengan Gabriel.
“Kayaknya lo mulai nggak waras,” gumam Ify.
“Gue denger ya nyet,” sengit Sivia yang membuat Ify nyengir.
Meski Ify dan kawan-kawan lain juga tidak menyukai sikap The Wanted, mereka tak ada yang senekat Sivia. Namun Ify bersyukur karena yang ditabrak dan dimaki oleh Sivia adalah Gabriel, bukan Shilla. Pasti urusannya akan lebih panjang kalau dengan Shilla.
***
Cakka tengah memainkan bola basketnya di lapangan indoor. Daridulu dia selalu ingin bergabung dengan klub basket sekolah. Akan tetapi, Rio lebih sibuk mengurus bisnis papanya, Gabriel lebih senang belajar dan jadi anak pintar, Alvin tak usah ditanya karna dia tidak menyukai pelajaran olahraga—itu sebabnya kulit Alvin sangat putih untuk ukuran laki-laki.
Setiap kali lapangan ini kosong, Cakka akan melangkahkan kaki ke tempat ini, berlarian bersama sang orange. Sebagai anggota The Wanted yang terkenal anti-sosial, dia tak bisa masuk ke klub basket sekalipun Pak Reihan yang meminta.
Dia ingat, pertama kali kulitnya bersentuhan dengan sang orange, Cakka merasa jiwanya sudah menyatu dengan basket. Dulu dia selalu bermain bersama Rio dan Cakka selalu memenangkan pertandingan, kini Rio sudah menemukan dunianya—atau lebih tepatnya lagi dunia papanya—lalu semuanya menjadi kenangan.
“Kalo gue bukan The Wanted, apa gue bisa masuk klub basket? Jadi kapten?” batin Cakka bergejolak mempertanyakan hal yang sama.
Selanjutnya pemuda itu menggelengkan kepala, memerintahkan otaknya supaya berhenti memikirkan sesuatu yang dapat menghancurkan persahabatan The Wanted. Selamanya dia akan jadi bagian The Wanted. Begitu pula dengan Gabriel, Rio, Alvin dan Shilla.
Begitu bel istirahat berbunyi, Cakka buru-buru meninggalkan lapangan sebelum ada seseorang yang memergokinya. Hari ini setengah jam—sejak ia kabur dari kelas dengan alasan ke kamar kecil—berada di lapangan indoor sudah cukup.
“Cakka!”
Langkah Cakka terhenti saat suara Shilla menyapa telinganya. Benar saja, gadis itu menghampirinya dengan wajah cemberut. Yang Cakka tahu, gadis itu pasti sedang dilanda kesepian.
“Ke mana aja sih? Gabriel ngadep kepala sekolah belum balik-balik juga sampai sekarang, Rio juga sibuk mulu sama ponselnya, terus Alvin malah molor. Bete banget gue,” dumel Shilla tanpa membiarkan Cakka menyela sedikitpun.
“Sori, tadi banyak yang perlu dikeluarin,” sahut Cakka kalem.
Sontak mata Shilla membelalak sempurna dan spontan meninju bahu pemuda tersebut. Cakka terkekeh, lantas merangkul Shilla menuju kantin. Dia berniat untuk membeli minum karena sangat haus.
Chat ke grup gih supaya mereka pada ke kantin juga,” cetus Cakka.
“Oke.”
Seperti biasa, kantin tak pernah sepi. Cakka dan Shilla memilih bangku di pojokan, di sebelah dua gadis yang sedang asik mengobrol.
***
“Cakka sama Shilla di kantin,” ucap Alvin.
Gabriel yang baru sampai kelas mendengus pelan, terpaksa dia mengikuti Alvin dan Rio yang menyusul Cakka serta Shilla. Selain karena tak mau sendirian, Gabriel juga harus menjaga nama The Wanted—yang berarti mereka harus bersama setiap saat.
Di kantin, fokus Gabriel hilang saat melihat salah seorang gadis di sebelah bangku yang sekarang diduduki Cakka dan Shilla. Tatapan mereka bertemu. Sial, itu gadis yang menabraknya dan bukan meminta maaf malah memakinya. Mereka beradu tatap selama beberapa detik, tatapan yang sama sengitnya.
“Ayo,” cetus Rio.
Gabriel tersadar dari lamunannya lalu terpaksa duduk dekat dengan gadis itu. Dia tak tahu bahwa si gadis sudah siap menerima dendam Gabriel saat ini juga.
Sivia, gadis itu justru bingung melihat Gabriel duduk tanpa berkata apa-apa. Mungkin benar kata Ify bahwa Gabriel tidak suka memperpanjang urusan. Tapi, kalaupun cowok itu ingin memperpanjang masalah tabrakan—terutama makian—tadi, Sivia sudah sangat siap. Dia sudah menyiapkan kalimat-kalimat sadis untuk The Wanted.
“Jangan diliatin terus bego,” celetuk Ify.
“Iya. Lagian mata gue sakit kalo liatin mereka. Kenapa juga sih mereka harus duduk di situ? Kayak nggak ada bangku lain aja atau bisa kan bangun kantin khusus buat mereka sendiri,” cerocos Sivia yang membuat Ify terkikik.
Beruntung The Wanted tidak mendengar dan memperhatikan mereka berdua karena sibuk mengobrol. Ify benar-benar tak ingin berurusan dengan orang seperti mereka.
“Eh si Agni ngajakin main pulang sekolah nanti,” ujar Ify membuka obrolan baru.
“Agni? Tumben banget. Dia nggak ada latihan basket?” sahut Sivia.
Agni adalah sepupu Ify, satu sekolah dan satu angkatan dengannya namun berbeda kelas. Sewaktu kelas X dulu Ify selalu pulang bersama Agni karena rumah mereka berdekatan—terkadang Agni menginap—tetapi sejak Agni menjadi kapten basket putri, dia jadi jarang berkumpul dengan Ify dan Sivia.
“Kalo ngajakin sih gue yakin nggak ada latihan,” balas Ify sekenanya.
“Yaaa bolehlah. Atur aja pokoknya gue ngikut. Kangen banget sama si Agni.”
Ify mengangguk-angguk saja karena detik selanjutnya dia memilih melanjutkan membaca novel. Entahlah, Sivia bahkan heran mengapa sahabatnya lebih senang menghabiskan waktu untuk membaca padahal jelas-jelas lebih asik menonton film—ini menurut Sivia. Ify juga lebih suka menghabiskan uangnya untuk membeli seabrek novel dibanding membeli baju atau sepatu.
Maka, saat melancarkan niat jalan-jalan bersama Agni nanti, Ify sudah punya rencana memisahkan diri ke toko buku karena dia sudah tahu adat Agni dan Sivia.
***
Sepulang sekolah Ify, Sivia dan Agni menuju salah satu Mall Jakarta. Ify yang sudah punya niat terselubung buru-buru melaksanakannya. Meski harus diprotes habis-habisan oleh Agni dan Sivia terlebih dahulu, dia tetap melancarkan aksinya.
Di  sini, Ify berada di sebuah toko buku yang tempatnya tak begitu besar namun isinya sangat lengkap. Dia pernah memasuki tempat ini beberapa kali entah untuk mencari buku referensi belajar maupun mencari novel. Untuk sekarang ini yang dibutuhkannya adalah stok novel-novel baru karena novel-novel yang dia beli minggu lalu sudah habis terbaca.
“Mbak, bisa bantuin saya nyari buku tentang bisnis?”
Ify reflek menoleh mendengar seseorang bertanya padanya. Bukan kepedean, tapi seseorang itu mengucapkan sambil menyentuh bahunya. Betapa terkejutnya Ify saat tahu orang itu adalah Rio. Rio The Wanted!
“Gue bukan pegawai toko,” sahut Ify berusaha tenang namun terdengar ketus.
Dia bahkan merutuki dirinya sendiri karena tak bisa menjaga sikap. Mungkin ini yang dirasakan Sivia saat tak sengaja menabrak Gabriel. Lalu, kenapa tiba-tiba Ify bertemu Rio dalam keadaan yang nyaris mirip dengan pertemuan Sivia dan Gabriel?
“Hm, I know. Semua pegawainya lagi sibuk. Lo bisa bantuin gue?” balas Rio membuat telinga Ify panas. Laki-laki meminta bantuan tetapi tidak menggunakan kata tolong.
“Nggak,” sahut Ify lantas menghindar.
Namun Rio memiliki reflek yang bagus sehingga tangannya dengan spontan menahan Ify untuk tetap tinggal. Ditarik seperti ini, Ify terpaksa menghentikan langkah dan berbalik ke arah Rio yang masih memasang wajah bingung harus berbuat apa. Seperti dugaannya bersama Sivia, member The Wanted anti-sosial jadi mereka akan kesulitan berhubungan dengan orang di luar The Wanted itu sendiri.
“Ikut gue,” kata Ify memendam egonya.
Biar bagaimanapun, saat ini Rio sedang sendirian dan dia membutuhkan bantuannya. Ify bertekad sekali ini saja berurusan dengan The Wanted. Setelah ini semuanya kembali normal. Lagipula Rio tidak mengenalinya.
“Nama lo siapa?”
Hm, mungkin sebentar lagi Rio mengenalinya.
“Alyssa,” sahut Ify sangaja tak menyebutkan nama panggilannya.
Rio nampak melirik ke arah bedge seragam yang Ify kenakan. Sekarang laki-laki itu tahu kalau gadis di hadapannya satu sekolah dan satu angkatan dengannya. Sumpah, Ify menyesal telah melepas cardigannya.
“Ini semuanya buku-buku tentang bisnis. Lo cari sendiri ya mau yang mana,” kata Ify menunjuk ke arah rak buku yang rata-rata berisi tentang bisnis.
“Lo mau ke mana?” tanya Rio membuat alis Ify tertaut.
“Mau kelarin urusan gue sendiri,” jawab Ify.
“Hm, oke.”
Ify tampak geleng-geleng kepala lalu meninggalkan Rio. Dalam hati, dia keki sendiri dengan Rio. Meminta bantuan tanpa kata tolong, setelah dibantupun tidak berterima kasih! Namun pikiran itu dibuang jauh-jauh karena Ify harus segera mencari novel lalu menyusul Agni serta Sivia.
Setelah mendapatkan beberapa novel, Ify segera membayarnya lalu keluar dari toko buku tersebut dengan cepat. Dia tak tahu bahwa laki-laki yang tak lain adalah Rio memperhatikannya dari kejauhan.
“Alyssa,” gumam Rio.
***
“Buset lo belanja novel kayak belanja buat keperluan bulanan,” celetuk Agni yang melihat belanjaan Ify.
Mereka janjian bertemu di food court yang berarti baik Agni maupun Sivia harus menyudahi acara shopping mereka. Agni dan Sivia memang penyuka sneakers, hal yang membuat Ify kesal karena keduanya akan berlama-lama di dalam toko sepatu hanya untuk memilih satu di antara sekian banyak. Itu sebabnya setiap jalan dengan mereka, Ify lebih suka memisahkan diri terlebih dahulu sampai Agni dan Sivia mendapatkan sneakers yang mereka inginkan.
“Habis ini kita mau ke mana?” tanya Sivia.
“Pulang deh. Gue belom ngerjain tugas buat besok,” sahut Ify.
“Emang ada tugas?” balas Sivia dengan bingung.
Seketika sendok Ify yang masih bersih melayang di kepala Sivia, membuat gadis itu meringis. “Sakit ege,” dumel Sivia seraya mengelus kepalanya.
“Lo mana pernah inget sih kalo ada tugas? Ini tugasnya Bu Maryam. Lo bisa kena hukum kalo nggak  ngerjain.”
Agni yang mendadak jadi tokoh pajangan terkekeh mendengarnya. Baginya, perdebatan Sivia dan Ify selalu terdengar lucu. Meski Ify lebih terlihat kalem—karena kebiasaannya membaca novel—namun sebenarnya Ify lebih cablak dibanding Sivia. Agni tahu itu, tentu saja karena mereka sepupuan!
“Nanti malem gue telepon lo ya nyet, lo bacain jawaban tugasnya Bu Maryam,” cengir Sivia tanparasa berdosa.
“Saus tartar. Oke deh,” sahut Ify.
Selalu begitu. Agni adalah saksi persahabatan Sivia dan Ify. Menurutnya, Sivia dan Ify adalah bestfriend goals sesungguhnya. Mereka tidak selalu bersama, ada kalanya berteman dengan anak-anak lain, tapi mereka selalu sadar keduanya saling membutuhkan.
Di lain sisi, Gabriel dan Cakka sudah siap dengan tuxedo berwarna hitam. Mereka akan menghadiri pesta ulang tahun Angel Pieters. Masih jam setengah 6 sore, tapi mereka berdua sudah berada di rumah Shilla, menunggu gadis itu keluar dari kamarnya sejak setengah jam lalu.
Gabriel sampai heran apa yang dilakukan gadis itu di dalam kamarnya hingga membuat dia dan Cakka menunggu cukup lama. Baru dipikirkan, Shilla muncul menuruni tangga dengan senyum ala Miss Universe. Gadis itu mengenakan dress berwarna putih dengan pita besar di bagian pinggang. Yang jelas, gadis itu berpenampilan layaknya bangsawan.
“Kok cepet amat sih mbak,” sindir Gabriel.
Shilla mengerucutkan bibirnya. “Kan gue harus perfect,” sahutnya membuat Gabriel tak bisa membalas apa-apa lagi.
Semua member The Wanted memiliki prinsip yang sama. Mereka harus selalu sempurna. Kesempurnaan adalah hal yang harus dicapai, tidak peduli meski itu tentang penampilan sekalipun.
“Yuk, keburu macet,” cetus Cakka.
Akhirnya mereka bertiga memasuki mobil Cakka dan disopiri oleh Cakka sendiri. Gabriel duduk di sebelahnya, sementara Shilla duduk di belakang. Selalu. Gadis itu pemeran utamanya, sekarang pun dia seperti Cinderella yang diantarkan dua pangeran ke pesta kerajaan.
Kemacetan membuat mereka sampai di tempat pesta Angel sedikit terlambat. Cakka turun, diikuti Gabriel, lalu Gabriel membukakan pintu belakang untuk Shilla. Tanpa rasa sungkan sedikitpun, Shilla mengamitkan tangannya ke tangan Gabriel seakan mereka datang ke pesta ini sebagai pasangan. Sementara Cakka tak keberatan sama sekali jika dianggap sebagai pengawal.
“Angel,” sapa Shilla pada Angel lalu bercipika-cipiki.
Happy birthday yaa! Semoga sukses terus buat karir lo,” lanjutnya seraya menyerahkan kadonya, Gabriel dan juga Cakka.
Happy birthday Angel,” ucap Gabriel dan Cakka nyaris bersamaan.
Thanks banget kalian udah mau datang. Alvin sama Rio mana?” balas Angel tak dapat menyembunyikan kegembiraannya.
“Mereka ada urusan. Biasalah,” jawab Cakka.
Angel mengangguk maklum tanpa rasa kecewa.
“Nikmatin pestanya ya. By the way Shil, you look so beautiful,” ujar Angel diakhiri dengan kalimat pujian untuk Shilla.
Shilla tersenyum. Dia sudah biasa dipuji dengan kata ‘cantik’.
***

Bersambung... 
Gimana? Gaya menulis saya masih sama atau sudah berubah? Sebagai permulaan, saya tidak berani mengambil resiko banyak jadi ceritanya nggak begitu panjang. Saya meminta pertimbangan kalian sekaligus kritik dan saran kalian semua yang telah membaca Because Of You apakah sebaiknya cerbung ini dilanjut atau tidak.
Sampaikan komentar kalian mengenai cerita ini yaa. Itu gunanya kolom 'komentar' atau bisa ke ask.fm/fannyslma (tolong jangan anonymous supaya saya tahu pembaca cerita saya siapa saja)
Kalian bebas berkomentar asalkan sesuai norma-norma yang berlaku. Sekali lagi, saya minta komentar kalian mengenai cerbung ini terlepas dari siapa penulisnya. Terima kasih semuanyaa :)

8 komentar:

Unknown mengatakan...

Udah lama gk baca cerita kak fanny, Kecuali novel.yg aku beli,
Dan ini kereen. lanjutkan yaa :)

Unknown mengatakan...

selalu bagus.. dilanjutkan kak.. aku emang bukan readers dari awal. but i really luphh semua yang kakak tulis.. 'sumpah ini gak perezz... so.. dilanjut yaaa... semangat terus buat slalu berkarya kvk fanny

Unknown mengatakan...

Pokoknya yaa kak jangan lama lama post selanjutnya hehehehe

Unknown mengatakan...

Pokoknya yaa kak jangan lama lama post selanjutnya hehehehe

IRMA MEIDA mengatakan...

Lumayan bikin penasaran ini fan.. wkwk tapi gaya tulisannya makin oke kok :)

Unknown mengatakan...

Kak fanny,ini keren bgt. Bahasanya rapih bgt dan mudah dimengerti^_^ hihi. Lanjutkann kak! Para readersmu menunggu next partnyaa! Yei. Maaf loh aku baru baca part 1 nya,hehe.

Kyky anggraini mengatakan...

Lanjut dong

arinda winnarista mengatakan...

sumpah kakk nh crta keren ny pk bngetzzzzz.!! gua bca dr awl smpe akhr nd gua srius keren pisannnn.!!! bkin lg dunk kakk

Posting Komentar