Tittle: When You Hold Me [1]
Author: Fanny Salma
Hallo guys! Setelah sekian lama memutuskan istirahat di dunia per-ff-an akhirnya saya kembali, membawa cerita baru (maaf sekali untuk cerita di facebook tidak dapat saya lanjutkan karena notebook rusak & semua file hilang)
Saya ingin membangkitkan CRAG SISA yang semakin ke sini semakin tenggelam. Untuk author-author lama yang mulai kehilangan feel CRAG SISA, saya harap feel kalian cepat kembali dan memulai menulis lagi #BangkitkanCRAGSISA
So, hope you like it
1
SMA Budi
Karya nampak ramai saat lima anak yang paling berpengaruh melintasi koridor. The Wanted, terdiri dari Gabriel, Rio,
Cakka, Alvin dan Shilla. Gabriel merupakan anak dari pemilik yayasan,
kedudukannya paling tinggi di sekolah ini. Kelimanya bersahabat sejak duduk di
bangku SD—begitu pula dengan orang tua mereka yang merupakan rekan bisnis.
Terlalu
sering berlima membuat mereka menutup diri. Akibatnya, mereka terlihat
anti-sosial, angkuh dan dibenci banyak orang. Namun rata-rata dari para pembenci
itu hanya berani membicarakan di belakang karena tak ingin didepak oleh
Gabriel. Harus diakui, keempat pemuda itu sangat tampan, Shilla pun jadi
sasaran keirian para gadis karena posisinya yang sangat menguntungkan. Siapa
yang tak betah berada di sekitar para pemuda tampan seperti Gabriel, Rio,
Cakka, dan Alvin?
“Nanti
malem kalian dateng kan di pesta ulang tahunnya Angel Pieters?” tanya Shilla
begitu mereka duduk di kantin.
Beberapa
pasang mata menyempatkan diri mencuri dengar pembicaraan mereka. Saking
seringnya mencuri dengar, mereka hafal obrolan The Wanted tak pernah
jauh-jauh dari undangan acara penting, konser atau liburan. Begitu Shilla
menyebutkan nama Angel Pieters—penyanyi yang sedang naik daun—mereka hanya bisa
menatap mupeng karena sudah kebal
menyaksikan kedekatan mereka dengan orang-orang penting.
“Males
ketemu mantan,” cetus Alvin lagi-lagi membuat mereka takjub.
Alvin
mantan Angel! Ini berita besar!
“Gue
dateng, Cakka juga,” jawab Gabriel sekaligus mewakili Cakka. Laki-laki itu
tengah menikmati spaghetti kantin yang super lezat, dia hanya akan menyahut
jika spaghetti itu sudah berpindah total ke perutnya.
“Rio?”
tanya Shilla pada pemuda yang sedari tadi sibuk dengan ponsel.
Sebagai
pewaris tunggal, Rio memang diharuskan untuk belajar dini mengenai perusahaan.
Maka tak heran jika pemuda itu selalu fokus dengan ponselnya karena sibuk
berinteraksi dengan Mas Dayat, orang kepercayaan papanya.
“Apa?”
sahut Rio tak menyimak obrolan.
“Lo
dateng kan ke pestanya Angel?” tanya Shilla mengulang pertanyaannya.
Pemuda
itu menggeleng. “Nanti malem gue ada meeting
sama Mas Dayat.”
“Kalo
gitu gue bareng Gabriel sama Cakka,” putus Shilla.
“Gue
jemput,” kata Cakka yang telah mengakhiri acara makannya.
Lagi-lagi
posisi Shilla diirikan oleh siapapun. Gadis itu tak perlu berbuat apa-apa untuk
menarik perhatian empat pemuda ini, tak perlu meminta karena mereka terlebih
dulu menawarkan, Shilla bintangnya.
***
Belokan
di dekat UKS memang sangat tajam, bila tak berhati-hati sedikit saja maka akan
ada korban yang bertabrakan. Maka saat akan menuju ke ruang kepala sekolah atas
perintah papanya, Gabriel berusaha untuk tak menabrak siapapun, sayangnya
seseorang dari arah berlawanan itu yang justru menabraknya. Kecelakaan kecil
itu tentu tak membuat tubuh Gabriel—sebagai lelaki—limbung begitu saja.
Sebaliknya, seorang gadis dengan rambut panjang yang menabraknya jatuh
tersungkur.
“Kalau
jalan hati-hati dong!” maki gadis itu tanpa melihat siapa orang di hadapannya.
Mendengar
bentakan itu, Gabriel melotot dan siap menyemburkan umpatan untuk gadis ini.
Saat mulutnya sudah terbuka, gadis itu mendongak, wajahnya berubah semakin
sengit—bukan ketakutan seperti yang diharapkannya.
“Elo
ternyata. Nggak heran deh gue,” katanya seraya berdiri. Tak lupa gadis itu
membersihkan roknya yang sedikit kotor.
“Maksud
lo apa?” balas Gabriel tanpa ekspresi.
“Ya
nggak heran. Pangeran Budi Karya yang super songong dan sok anti-sosial alias
cuma mau gaul sama temen-temen The Wanted-nya
doang,” ketus gadis ini tanpa ketakutan sama sekali.
“Apa? Lo
mau keluarin gue? Nggak takut,” lanjut gadis itu lalu melangkah pergi
meninggalkan Gabriel yang masih membisu.
Gabriel
tak bisa memikirkan apa-apa lagi tentang gadis
itu karena teringat kepala sekolah. Dia pun memutuskan untuk segera
pergi menemui kepala sekolahnya.
Di sisi
lain, gadis yang bertabrakan dengan Gabriel tadi memasuki kelasnya dengan wajah
cemberut. Dia lantas duduk di bangkunya, di sebelah gadis yang sedang membaca
novel.
“Ify.”
Ify—gadis
yang sedang membaca novel—menoleh lalu mengerutkan kening, dia tahu pasti ada
sesuatu yang telah terjadi pada sahabatnya.
“Kenapa
lo?” tanya Ify.
“Gue
abis kena sial, Fy. Gue abis nabrak Gabriel terus gue maki-maki aja sekalian!”
Mata Ify
membulat sempurna. “Sivia? Lo bercanda kan?”
Ya,
Sivia, nama gadis yang bertabrakan dengan Gabriel tadi. Dia menggelengkan
kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Ify. Sejak dulu, dia ingin sekali memaki
The Wanted yang menurutnya terlalu
sombong namun selalu saja ditahan oleh Ify. Tanpa disangka niatnya itu
terlaksanakan meski hanya memaki Gabriel, setidaknya dia berhasil memaki
pentolan The Wanted.
“Gila lo
sumpah! Kalo sampai dia nggak terima gimana?” tanya Ify dengan panik.
“Bodo
amat. Yang penting gue puas banget maki-maki dia. Tadinya mau gue ajakin adu
jotos sekalian, untung gue kasihan liat badannya yang sisa tulang doang,”
ceplos Sivia tak mengingat bahwa dirinyalah yang terjatuh saat bertabrakan
dengan Gabriel.
“Kayaknya
lo mulai nggak waras,” gumam Ify.
“Gue
denger ya nyet,” sengit Sivia yang membuat Ify nyengir.
Meski
Ify dan kawan-kawan lain juga tidak menyukai sikap The Wanted, mereka tak ada yang senekat Sivia. Namun Ify bersyukur
karena yang ditabrak dan dimaki oleh Sivia adalah Gabriel, bukan Shilla. Pasti
urusannya akan lebih panjang kalau dengan Shilla.
***
Cakka
tengah memainkan bola basketnya di lapangan indoor.
Daridulu dia selalu ingin bergabung dengan klub basket sekolah. Akan tetapi,
Rio lebih sibuk mengurus bisnis papanya, Gabriel lebih senang belajar dan jadi
anak pintar, Alvin tak usah ditanya karna dia tidak menyukai pelajaran
olahraga—itu sebabnya kulit Alvin sangat putih untuk ukuran laki-laki.
Setiap
kali lapangan ini kosong, Cakka akan melangkahkan kaki ke tempat ini, berlarian
bersama sang orange. Sebagai anggota The Wanted yang terkenal anti-sosial,
dia tak bisa masuk ke klub basket sekalipun Pak Reihan yang meminta.
Dia
ingat, pertama kali kulitnya bersentuhan dengan sang orange, Cakka merasa jiwanya sudah menyatu dengan basket. Dulu dia
selalu bermain bersama Rio dan Cakka selalu memenangkan pertandingan, kini Rio
sudah menemukan dunianya—atau lebih tepatnya lagi dunia papanya—lalu semuanya
menjadi kenangan.
“Kalo
gue bukan The Wanted, apa gue bisa
masuk klub basket? Jadi kapten?” batin Cakka bergejolak mempertanyakan hal yang
sama.
Selanjutnya
pemuda itu menggelengkan kepala, memerintahkan otaknya supaya berhenti
memikirkan sesuatu yang dapat menghancurkan persahabatan The Wanted. Selamanya dia akan jadi bagian The Wanted. Begitu pula dengan Gabriel, Rio, Alvin dan Shilla.
Begitu
bel istirahat berbunyi, Cakka buru-buru meninggalkan lapangan sebelum ada
seseorang yang memergokinya. Hari ini setengah jam—sejak ia kabur dari kelas
dengan alasan ke kamar kecil—berada di lapangan indoor sudah cukup.
“Cakka!”
Langkah
Cakka terhenti saat suara Shilla menyapa telinganya. Benar saja, gadis itu
menghampirinya dengan wajah cemberut. Yang Cakka tahu, gadis itu pasti sedang
dilanda kesepian.
“Ke mana
aja sih? Gabriel ngadep kepala sekolah belum balik-balik juga sampai sekarang,
Rio juga sibuk mulu sama ponselnya, terus Alvin malah molor. Bete banget gue,” dumel Shilla tanpa
membiarkan Cakka menyela sedikitpun.
“Sori,
tadi banyak yang perlu dikeluarin,” sahut Cakka kalem.
Sontak
mata Shilla membelalak sempurna dan spontan meninju bahu pemuda tersebut. Cakka
terkekeh, lantas merangkul Shilla menuju kantin. Dia berniat untuk membeli
minum karena sangat haus.
“Chat ke grup gih supaya mereka pada ke
kantin juga,” cetus Cakka.
“Oke.”
Seperti
biasa, kantin tak pernah sepi. Cakka dan Shilla memilih bangku di pojokan, di
sebelah dua gadis yang sedang asik mengobrol.
***
“Cakka
sama Shilla di kantin,” ucap Alvin.
Gabriel
yang baru sampai kelas mendengus pelan, terpaksa dia mengikuti Alvin dan Rio
yang menyusul Cakka serta Shilla. Selain karena tak mau sendirian, Gabriel juga
harus menjaga nama The Wanted—yang
berarti mereka harus bersama setiap saat.
Di
kantin, fokus Gabriel hilang saat melihat salah seorang gadis di sebelah bangku
yang sekarang diduduki Cakka dan Shilla. Tatapan mereka bertemu. Sial, itu
gadis yang menabraknya dan bukan meminta maaf malah memakinya. Mereka beradu
tatap selama beberapa detik, tatapan yang sama sengitnya.
“Ayo,”
cetus Rio.
Gabriel
tersadar dari lamunannya lalu terpaksa duduk dekat dengan gadis itu. Dia tak
tahu bahwa si gadis sudah siap menerima dendam Gabriel saat ini juga.
Sivia,
gadis itu justru bingung melihat Gabriel duduk tanpa berkata apa-apa. Mungkin
benar kata Ify bahwa Gabriel tidak suka memperpanjang urusan. Tapi, kalaupun
cowok itu ingin memperpanjang masalah tabrakan—terutama makian—tadi, Sivia
sudah sangat siap. Dia sudah menyiapkan kalimat-kalimat sadis untuk The Wanted.
“Jangan
diliatin terus bego,” celetuk Ify.
“Iya.
Lagian mata gue sakit kalo liatin mereka. Kenapa juga sih mereka harus duduk di
situ? Kayak nggak ada bangku lain aja atau bisa kan bangun kantin khusus buat
mereka sendiri,” cerocos Sivia yang membuat Ify terkikik.
Beruntung
The Wanted tidak mendengar dan
memperhatikan mereka berdua karena sibuk mengobrol. Ify benar-benar tak ingin
berurusan dengan orang seperti mereka.
“Eh si
Agni ngajakin main pulang sekolah nanti,” ujar Ify membuka obrolan baru.
“Agni?
Tumben banget. Dia nggak ada latihan basket?” sahut Sivia.
Agni
adalah sepupu Ify, satu sekolah dan satu angkatan dengannya namun berbeda
kelas. Sewaktu kelas X dulu Ify selalu pulang bersama Agni karena rumah mereka
berdekatan—terkadang Agni menginap—tetapi sejak Agni menjadi kapten basket
putri, dia jadi jarang berkumpul dengan Ify dan Sivia.
“Kalo
ngajakin sih gue yakin nggak ada latihan,” balas Ify sekenanya.
“Yaaa
bolehlah. Atur aja pokoknya gue ngikut. Kangen banget sama si Agni.”
Ify
mengangguk-angguk saja karena detik selanjutnya dia memilih melanjutkan membaca
novel. Entahlah, Sivia bahkan heran mengapa sahabatnya lebih senang menghabiskan
waktu untuk membaca padahal jelas-jelas lebih asik menonton film—ini menurut
Sivia. Ify juga lebih suka menghabiskan uangnya untuk membeli seabrek novel
dibanding membeli baju atau sepatu.
Maka,
saat melancarkan niat jalan-jalan bersama Agni nanti, Ify sudah punya rencana
memisahkan diri ke toko buku karena dia sudah tahu adat Agni dan Sivia.
***
Sepulang
sekolah Ify, Sivia dan Agni menuju salah satu Mall Jakarta. Ify yang sudah
punya niat terselubung buru-buru melaksanakannya. Meski harus diprotes
habis-habisan oleh Agni dan Sivia terlebih dahulu, dia tetap melancarkan
aksinya.
Di sini, Ify berada di sebuah toko buku yang
tempatnya tak begitu besar namun isinya sangat lengkap. Dia pernah memasuki
tempat ini beberapa kali entah untuk mencari buku referensi belajar maupun
mencari novel. Untuk sekarang ini yang dibutuhkannya adalah stok novel-novel
baru karena novel-novel yang dia beli minggu lalu sudah habis terbaca.
“Mbak,
bisa bantuin saya nyari buku tentang bisnis?”
Ify
reflek menoleh mendengar seseorang bertanya padanya. Bukan kepedean, tapi
seseorang itu mengucapkan sambil menyentuh bahunya. Betapa terkejutnya Ify saat
tahu orang itu adalah Rio. Rio The Wanted!
“Gue
bukan pegawai toko,” sahut Ify berusaha tenang namun terdengar ketus.
Dia
bahkan merutuki dirinya sendiri karena tak bisa menjaga sikap. Mungkin ini yang
dirasakan Sivia saat tak sengaja menabrak Gabriel. Lalu, kenapa tiba-tiba Ify
bertemu Rio dalam keadaan yang nyaris mirip dengan pertemuan Sivia dan Gabriel?
“Hm, I know. Semua pegawainya lagi sibuk. Lo
bisa bantuin gue?” balas Rio membuat telinga Ify panas. Laki-laki meminta
bantuan tetapi tidak menggunakan kata tolong.
“Nggak,”
sahut Ify lantas menghindar.
Namun
Rio memiliki reflek yang bagus sehingga tangannya dengan spontan menahan Ify
untuk tetap tinggal. Ditarik seperti ini, Ify terpaksa menghentikan langkah dan
berbalik ke arah Rio yang masih memasang wajah bingung harus berbuat apa.
Seperti dugaannya bersama Sivia, member The
Wanted anti-sosial jadi mereka akan kesulitan berhubungan dengan orang di
luar The Wanted itu sendiri.
“Ikut
gue,” kata Ify memendam egonya.
Biar
bagaimanapun, saat ini Rio sedang sendirian dan dia membutuhkan bantuannya. Ify
bertekad sekali ini saja berurusan dengan The
Wanted. Setelah ini semuanya kembali normal. Lagipula Rio tidak
mengenalinya.
“Nama lo
siapa?”
Hm,
mungkin sebentar lagi Rio mengenalinya.
“Alyssa,”
sahut Ify sangaja tak menyebutkan nama panggilannya.
Rio
nampak melirik ke arah bedge seragam yang Ify kenakan. Sekarang laki-laki itu
tahu kalau gadis di hadapannya satu sekolah dan satu angkatan dengannya.
Sumpah, Ify menyesal telah melepas cardigannya.
“Ini
semuanya buku-buku tentang bisnis. Lo cari sendiri ya mau yang mana,” kata Ify
menunjuk ke arah rak buku yang rata-rata berisi tentang bisnis.
“Lo mau
ke mana?” tanya Rio membuat alis Ify tertaut.
“Mau
kelarin urusan gue sendiri,” jawab Ify.
“Hm,
oke.”
Ify
tampak geleng-geleng kepala lalu meninggalkan Rio. Dalam hati, dia keki sendiri
dengan Rio. Meminta bantuan tanpa kata tolong, setelah dibantupun tidak
berterima kasih! Namun pikiran itu dibuang jauh-jauh karena Ify harus segera
mencari novel lalu menyusul Agni serta Sivia.
Setelah
mendapatkan beberapa novel, Ify segera membayarnya lalu keluar dari toko buku
tersebut dengan cepat. Dia tak tahu bahwa laki-laki yang tak lain adalah Rio
memperhatikannya dari kejauhan.
“Alyssa,”
gumam Rio.
***
“Buset
lo belanja novel kayak belanja buat keperluan bulanan,” celetuk Agni yang
melihat belanjaan Ify.
Mereka
janjian bertemu di food court yang
berarti baik Agni maupun Sivia harus menyudahi acara shopping mereka. Agni dan Sivia memang penyuka sneakers, hal yang
membuat Ify kesal karena keduanya akan berlama-lama di dalam toko sepatu hanya
untuk memilih satu di antara sekian banyak. Itu sebabnya setiap jalan dengan
mereka, Ify lebih suka memisahkan diri terlebih dahulu sampai Agni dan Sivia
mendapatkan sneakers yang mereka
inginkan.
“Habis
ini kita mau ke mana?” tanya Sivia.
“Pulang
deh. Gue belom ngerjain tugas buat besok,” sahut Ify.
“Emang ada
tugas?” balas Sivia dengan bingung.
Seketika
sendok Ify yang masih bersih melayang di kepala Sivia, membuat gadis itu
meringis. “Sakit ege,” dumel Sivia seraya mengelus kepalanya.
“Lo mana
pernah inget sih kalo ada tugas? Ini tugasnya Bu Maryam. Lo bisa kena hukum
kalo nggak ngerjain.”
Agni
yang mendadak jadi tokoh pajangan terkekeh mendengarnya. Baginya, perdebatan
Sivia dan Ify selalu terdengar lucu. Meski Ify lebih terlihat kalem—karena kebiasaannya
membaca novel—namun sebenarnya Ify lebih cablak dibanding Sivia. Agni tahu itu,
tentu saja karena mereka sepupuan!
“Nanti
malem gue telepon lo ya nyet, lo bacain jawaban tugasnya Bu Maryam,” cengir
Sivia tanparasa berdosa.
“Saus
tartar. Oke deh,” sahut Ify.
Selalu
begitu. Agni adalah saksi persahabatan Sivia dan Ify. Menurutnya, Sivia dan Ify
adalah bestfriend goals sesungguhnya. Mereka tidak selalu bersama, ada kalanya
berteman dengan anak-anak lain, tapi mereka selalu sadar keduanya saling
membutuhkan.
Di lain
sisi, Gabriel dan Cakka sudah siap dengan tuxedo berwarna hitam. Mereka akan
menghadiri pesta ulang tahun Angel Pieters. Masih jam setengah 6 sore, tapi
mereka berdua sudah berada di rumah Shilla, menunggu gadis itu keluar dari
kamarnya sejak setengah jam lalu.
Gabriel
sampai heran apa yang dilakukan gadis itu di dalam kamarnya hingga membuat dia
dan Cakka menunggu cukup lama. Baru dipikirkan, Shilla muncul menuruni tangga
dengan senyum ala Miss Universe. Gadis itu mengenakan dress berwarna putih dengan pita besar di bagian pinggang. Yang
jelas, gadis itu berpenampilan layaknya bangsawan.
“Kok
cepet amat sih mbak,” sindir Gabriel.
Shilla
mengerucutkan bibirnya. “Kan gue harus perfect,”
sahutnya membuat Gabriel tak bisa membalas apa-apa lagi.
Semua
member The Wanted memiliki prinsip
yang sama. Mereka harus selalu sempurna. Kesempurnaan adalah hal yang harus
dicapai, tidak peduli meski itu tentang penampilan sekalipun.
“Yuk,
keburu macet,” cetus Cakka.
Akhirnya
mereka bertiga memasuki mobil Cakka dan disopiri oleh Cakka sendiri. Gabriel
duduk di sebelahnya, sementara Shilla duduk di belakang. Selalu. Gadis itu
pemeran utamanya, sekarang pun dia seperti Cinderella yang diantarkan dua
pangeran ke pesta kerajaan.
Kemacetan
membuat mereka sampai di tempat pesta Angel sedikit terlambat. Cakka turun,
diikuti Gabriel, lalu Gabriel membukakan pintu belakang untuk Shilla. Tanpa
rasa sungkan sedikitpun, Shilla mengamitkan tangannya ke tangan Gabriel seakan
mereka datang ke pesta ini sebagai pasangan. Sementara Cakka tak keberatan sama
sekali jika dianggap sebagai pengawal.
“Angel,”
sapa Shilla pada Angel lalu bercipika-cipiki.
“Happy birthday yaa! Semoga sukses terus
buat karir lo,” lanjutnya seraya menyerahkan kadonya, Gabriel dan juga Cakka.
“Happy birthday Angel,” ucap Gabriel dan
Cakka nyaris bersamaan.
“Thanks banget kalian udah mau datang.
Alvin sama Rio mana?” balas Angel tak dapat menyembunyikan kegembiraannya.
“Mereka
ada urusan. Biasalah,” jawab Cakka.
Angel
mengangguk maklum tanpa rasa kecewa.
“Nikmatin
pestanya ya. By the way Shil, you look so beautiful,” ujar Angel
diakhiri dengan kalimat pujian untuk Shilla.
Shilla
tersenyum. Dia sudah biasa dipuji dengan kata ‘cantik’.
***
Bersambung...
Gimana? Gaya menulis saya masih sama atau sudah berubah? Sebagai permulaan, saya tidak berani mengambil resiko banyak jadi ceritanya nggak begitu panjang. Saya meminta pertimbangan kalian sekaligus kritik dan saran kalian semua yang telah membaca Because Of You apakah sebaiknya cerbung ini dilanjut atau tidak.
Sampaikan komentar kalian mengenai cerita ini yaa. Itu gunanya kolom 'komentar' atau bisa ke ask.fm/fannyslma (tolong jangan anonymous supaya saya tahu pembaca cerita saya siapa saja)
Kalian bebas berkomentar asalkan sesuai norma-norma yang berlaku. Sekali lagi, saya minta komentar kalian mengenai cerbung ini terlepas dari siapa penulisnya. Terima kasih semuanyaa :)
8 komentar:
Udah lama gk baca cerita kak fanny, Kecuali novel.yg aku beli,
Dan ini kereen. lanjutkan yaa :)
selalu bagus.. dilanjutkan kak.. aku emang bukan readers dari awal. but i really luphh semua yang kakak tulis.. 'sumpah ini gak perezz... so.. dilanjut yaaa... semangat terus buat slalu berkarya kvk fanny
Pokoknya yaa kak jangan lama lama post selanjutnya hehehehe
Pokoknya yaa kak jangan lama lama post selanjutnya hehehehe
Lumayan bikin penasaran ini fan.. wkwk tapi gaya tulisannya makin oke kok :)
Kak fanny,ini keren bgt. Bahasanya rapih bgt dan mudah dimengerti^_^ hihi. Lanjutkann kak! Para readersmu menunggu next partnyaa! Yei. Maaf loh aku baru baca part 1 nya,hehe.
Lanjut dong
sumpah kakk nh crta keren ny pk bngetzzzzz.!! gua bca dr awl smpe akhr nd gua srius keren pisannnn.!!! bkin lg dunk kakk
Posting Komentar