"Tanpamu,
aku sebatas rindu yang tak pernah sampai ke peraduannya." - Fanny Salma (20yo)

Minggu, 23 Februari 2014

You're Mine [1/2]



Tittle: You're Mine
Author: Fanny Salma

1



Lekuk tubuh yang anggun terbalut seragam putih-biru muda serta sebuah rompi yang berwarna senada mulai melangkahkan kaki. Si pemilik tubuh indah tersebut mendongak, seketika dia dapat melihat dengan jelas tulisan ‘Green Day SHS’ tepat di atas gerbang kebanggaan SMA-nya. Lantas, dia lanjut melangkah.
Sepasang mata memperhatikannya. Namun, gadis itu masih angkuh dan tetap berjalan seolah tak ada siapa-siapa yang tengah melihatnya intens.
Sang pemilik mata sendiri, berdecak kasar. Dengan kepercayaan diri yang berhasil dia tingkatkan--entah dengan cara apa--dia pun menghampiri si gadis tersebut. Tanpa basa-basi, tangannya beranjak meraih pergelangan tangan gadis itu. Detik itu pula, si gadis berbalik dan menatapnya kesal. Hanya saja, bukan permintaan maaf yang dilontarkan melainkan kerlingan mata yang terkesan genit.
“Mau lo apa sih?!” kesal si gadis.
Easy. Y-O-U.”
Mendengar jawaban yang sangat tak diharapkan, gadis itu kembali menatap kesal lalu menyentakkan pergelangan tangannya. Sorot matanya pun berubah lebih tajam. Lekuk wajah dengan garis yang sempurna itu semakin terlihat jelas karena tatapan tersebut.
“Rio Feryata Jo! Berhenti ganggu gue. Setidaknya satu hari aja bisa nggak sih?!”
Lagi-lagi, dia tak memberi respon yang diharapkan oleh si gadis. Melainkan, pemuda yang ternyata bernama Rio itu tertawa lebar dan memamerkan wajah--yang menurut si gadis--sangat  menyebalkan.
Only you. Yang bisa nyebutin nama lengkap gue sefasih itu, nona Ify Michella Jo,” goda Rio.
“Heh! Jangan nambahin nama orang sembarangan! Nama gue cuma Ify Michella, nggak ada nama norak di belakang itu,” dengus si gadis--Ify.
“Gue tahu lo belum hilang ingatan. Lo nggak  lupa kan kalo...”
Rio sengaja menggantung kalimatnya. Sambil mengerling, dia terkekeh kecil karena melihat ekspresi Ify yang sekarang membelalakkan matanya. Sejujurnya, dengan ekspresi apa pun, gadis itu tetap saja terlihat cantik.
“Jangan bersuara apa-apa tentang itu atau lo mau gue bunuh?!” ancam Ify.
“Duh... senengnya dibunuh sama cewek paling cantik di Green Day,” goda Rio sekali lagi. Ify pun semakin kesal.
Tiba-tiba, gadis itu melangkahkan kaki sampai jaraknya dengan Rio--nyaris--terhapuskan. Ify yang memang lebih pendek dari Rio, terpaksa berjinjit supaya bibirnya sampai ke telinga pemuda itu.
“Kalo lo berani cerita macem-macem masalah perjodohan kita, gue pastiin muka lo nggak akan berbentuk lagi,” bisik Ify dengan nada tajam dan penuh tekanan.
Sejenak, bulu kuduk Rio meremang mendengar ucapan yang menakutkan tersebut. Namun, dia hanya menanggapi dengan senyum miring seolah berkata ‘we will see’.
***
“APA??!”
Tubuh Ify terjengkang ke belakang akibat ucapan toa dari salah satu sahabatnya. Untungnya, tempat ini--bangku spesial di taman Green Day--jauh dari keramaian karena memang dikhususkan untuk mereka.
“Bisa pelan nggak sih lo?!” bentak Ify yang kemudian membanting pantatnya di atas kursi. Dia pun meneguk orange juice--yang entah milik siapa--tanpa mempedulikan sahabatnya yang tengah nyengir lebar.
“Kok bisa lo dijodohin sama Rio?” tanya sahabatnya yang lain.
“Gue juga bingung. Semalem pas kita pulang dari rumah Shilla, bokap sama nyokap udah rapi dan gue disuruh ganti baju. Karena gue pikir itu acara kayak biasanya, ya udah gue nggak curiga sama sekali...”
“Lalu, tau-tau ada dia sama orang tuanya. Ternyata, bonyok gue sama dia itu temenan lama dan udah janji mau ngejodohin gue sama dia kalo umur kita tujuh belas tahun,” jelas Ify dengan nada frustasi.
“Dipikir ini jaman Siti Nurbaya segala jodoh-jodohan?” sahut sahabat Ify yang sempat mengeluarkan suara toa.
“Nah! Gue aja nggak nyangka kalo gue punya bonyok yang masih kolot begitu,” balas Ify yang membuat sahabat-sahabatnya terkekeh.
“Tapi, Fy. Kayaknya mereka serius. Jarang-jarang kan mereka bersikap overprotective begini sama elo.”
Ify menatap sahabatnya yang mempunyai rambut harajuku. Mau tak mau, ucapan itu merasuk ke otaknya dan membuat Ify pusing.
“Bener kata Cakka. Bahkan, lo disuruh putusin Alvin segala. Belum lagi, lo nggak boleh ngobrol sama Eldwin lama-lama. Padahal dia cuma partner model video clip,” timpal gadis dengan rambut lurus sebahu berwarna hitam legam yang sedari tadi diam.
“Ah Shilla mah! Bikin gue takut tau gak?! Kalo perjodohan ini bener-bener terjadi, gimana nasib gue???” cerocos Ify sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.
“Gue bukan nakutin elo. Cuman, semua hipotesa itu menurut gue bener-bener logis dan sudah gue saring sampai ampas-ampasnya nggak tersisa,” elak Shilla.
Ify mengalihkan pandangannya pada dua sahabatnya--selain Shilla dan Cakka--dengan tatapan memelas. Mereka tahu betul, gadis itu tengah mengharapkan sebuah pembelaan atau secercah harapan untuk membuatnya tenang. Namun, dua sahabatnya itu hanya nyengir lebar dan menatapnya dengan tatapan ‘pasrah aja deh lo’ dengan wajah tanpa dosa. Ify benar-benar muak!
“Ayolah Zevana, Acha. Help me lah. Sebagai sahabat yang ‘krezkrez’ harusnya itu kalian kasih solusi. Nggak kayak Shilla sama Cakka, bukannya bikin gue tenang malah jadi takut,” desak Ify pada dua sahabatnya itu.
Mendengar ucapan Ify, Shilla dan Cakka saling pandang. Kemudian, mereka saling melempar tatapan seolah berkata ‘lo sih!’ melalui isyarat mata. Berbeda dengan Zevana dan Acha yang melempar tatapan minta maaf.
“Ah gue punya ide!” seru Cakka.
“Apa? Yakin akan berhasil?” tanya Ify ragu.
“Nggak tahu sih, cuman yaaa... dicoba aja dulu,” balas Cakka.
“Jadi?” tanya Ify lagi.
“Lo tahu Sivia Triana kan? Dia kan naksir Rio udah lama banget. Nah, lo deketin aja deh tuh mereka berdua. Siapa tahu, Rio jatuh cinta beneran sama Sivia dan perjodohan kalian batal. Abis itu, lo bisa bebas pacaran sama Alvin,” usul Cakka yang membuat mereka semua melongo.
“Tembok! Lo pikir bisa semudah itu bikin Rio jatuh cinta sama Sivia? Lagian, Sivia itu seratus delapan puluh derajat sama Ify. Sivia kekar, Ify lemah gemulai. Sivia jago coret-coret tembok, Ify jago coret-coret canvas. Jatah makan Sivia kayak kuli, jatah makan Ify seperempatnya. Ah banyaklah bedanya!” ceplos Zevana yang mulai mengeluarkan suara toanya.
Shilla dan Acha sudah tergelak sampai mata mereka berair. Ify sendiri menekuk wajahnya hingga terlihat lecek. Ide yang disampaikan Cakka membuatnya dongkol.
Sejurus kemudian, Ify melipat tangannya di depan dada. Dia nampak berpikir. Hanya saja, tak ada ide yang terlintas.
“Argh!!! Kenapa hidup gue menderita kayak gini sih???!!!”
***
Suara gelak tawa di lapangan basket terdengar begitu nyaring. Di sana, ada dua pemuda yang tengah duduk di dekat tribun sambil mengelap peluh--efek bermain basket. Dua-duanya sama-sama tampan. Bahkan, garis wajahnya nyaris mirip. Mereka adalah Rio dan Gabriel. Dua sejoli yang sudah bersahabat sejak TK.
Mudah sekali ditebak apa yang sedang mereka tertawakan. Tentunya, ini ada hubungannya dengan masalah perjodohan Rio dan Ify. Berbeda dengan Ify yang mood-nya sangat hancur, Rio justru merasa mood-nya benar-benar bagus.
“Jadi, ngapain lo masih ngejar-ngejar Ify? Toh mau dia sama Alvin pun, ujungnya tetep nikahnya sama elo,” ceplos Gabriel.
“Nggak gitu boss! Buat apa memiliki kalo nggak cinta? Mending dilepasin deh. Sesuatu yang dipaksakan nggak akan punya hasil bagus cuy!” balas Rio.
“Oh... kesimpulannya, lo bakal lepasin Ify kalau dia tetep nggak cinta sama elo?” tebak Gabriel dengan nada sok tahu. Sejurus kemudian, Rio menjitak kepala pemuda tersebut dengan tatapan kesal.
“Justru karena gue nggak mau ngelepasin dia, makanya gue ngejar dia mulu! Bodo amat deh sama si Alvin itu. Mau dia gantung diri, nyebur ke selokan atau apalah. Gue nggak-pe-du-li,” tegas Rio.
“Itu namanya lo ngerebut pacar orang bego!” seloroh Gabriel. Sekali lagi, pemuda tersebut menerima jitakan Rio dengan lapang dada.
“Mending gue nyerobot pacar orang daripada nyerobot jodoh orang,” ujar Rio asal.
Detik berikutnya, Gabriel menepuk keningnya sendiri sambil geleng-geleng. Sahabatnya ini, memang selalu saja berbuat gila. Meski begitu, banyak gadis yang suka pada Rio dibandingkan dirinya. Entah karena mata mereka bermasalah atau karena sosok Gabriel ini tertutupi oleh hidung Rio yang semakin hari semakin mancung--menurut Gabriel.
“Sebagai sahabat yang setia dalam suka dan duka, gue saranin lo berobat ke klinik tong fang deh. Siapa tahu syaraf lo ada yang putus atau kendor. Ya kali Ify jodoh lo, kalo dia emang jodoh Alvin gimana?”
Mata Rio membulat sempurna. “NO! Gue udah diskusiin ini sama Tuhan tadi malam. Dan gue percaya, curhatan gue pasti didengar dengan seksama karena gue itu ganteng.”
“Apa sih lo! Nggak pake narsis! Lalu, lo bilang apa ke Tuhan?” tanya Gabriel dengan kesal sekaligus curiga.
“Begini. Ya Tuhan, Rio Feryata hambamu yang gantengnya luar biasa ini pasti jodohnya Ify Michella yang cantiknya luar biasa kan? Kalo iya, dekatkanlah kami pada KUA segera. Kalau bukan, pasti ada kesalah--
“TEMBOOOKKK!!!” seru Gabriel yang memotong ucapan Rio. Pemuda itu balas dendam dengan menjitaki kepala Rio.
***
Ify terus melamun di dalam mobil Alvin. Oh iya, Alvin ini berbeda sekolah dengan Ify. Pemuda itu menimba ilmu di Nusantara, sekolah yang tak kalah elit dengan sekolah Ify. Awalnya, mereka kenal dari Acha yang merupakan teman Alvin waktu SMP.
Melihat Ify yang begitu tenar di dunia maya serta wajah cantiknya sering mampir di video clip penyanyi papan atas, membuat Alvin tertarik pada Ify. Saat mengetahui bahwa Ify ini satu sekolah sama Acha, Alvin sengaja minta bantuan buat ketemu sama Ify. Dan rencana Alvin yang awalnya cuma ingin kenalan pun melenceng jauh. Tidak disangka, Acha malah sahabatan sama Ify. Jadilah Alvin sering modus ke Ify sampai akhirnya jadian.
“Sayang, kok ngelamun?” tanya Alvin dengan lembut.
“Hah? Eng... enggak kok,” jawab Ify gelagapan.
“Kamu kalo kaget gitu makin cantik deh,” gombal Alvin yang membuat pipi Ify mengeluarkan semburat merah muda.
“Tuh kan makin cantik kalo pipinya merah gitu,” goda Alvin.
Detik berikutnya, Ify benar-benar salah tingkah. Dia pura-pura menggelembungkan kedua pipinya sampai terlihat bulat. Alvin pun dengan gemas mencubit pipi kanan Ify dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya digunakan untuk menyetir.
“Ah sakit tau!” dumel Ify.
“Salah siapa bikin gemes?” balas Alvin dengan cengengesan.
Ini yang membuat Ify sulit untuk tidak  suka pada pemuda di sampingnya. Alvin yang seru, tahu benar bagaimana cara mengembalikan mood-nya, pengertian dan masih banyak lagi. Bagi Ify, Alvin sudah benar-benar sempurna.
Tapi, mengingat orang tuanya ngotot untuk menjodohkannya dengan Rio membuat Ify bingung. Dia tidak mungkin menyampaikan hal ini pada Alvin.
“Gimana kabar temen kamu yang naksir berat sama kamu itu?” tanya Alvin membuat Ify tersentak. Baru saja melamunkannya, Alvin malah membahasnya secara nyata seperti ini.
“Tau deh, udah dimakan ikan koi kayaknya,” ketus Ify.
“Hahaha. Nggak boleh gitu kali, bersikap baik kan nggak ada salahnya,” ujar Alvin sambil membelai puncak  kepala Ify.
Gadis itu pura-pura mual mendengar ucapan kekasihnya. Bersikap baik dengan Rio? Jangan harap. Kalau pemuda itu bersikap normal, baru Ify akan baik. Namun, sepertinya kemungkinan itu sangat tipis.
“Kamu mau aku anterin sampai rumah kan?” tanya Alvin membuyarkan lamunan Ify.
Gadis itu gelagapan. “Nggg.... Sampai gang aja ya, nanti aku jalan sendiri.”
“Kenapa?” tanya Alvin lagi.
“Soalnya... soalnya....” Ify mendengus.
“Soalnya takut ketahuan bonyok,” umpat Ify dalam hati.
“Soalnya?” celetuk Alvin.
“Nggg... itu... mau beli cake di deket situ terus mau jenguk Cakka,” alibi Ify.
“Cakka? Bukannya tadi dia baik-baik aja?”
Ah! Ify salah bicara. Dia semakin salah tingkah karena kebohongannya membuatnya bingung sendiri.
“Haha, kata siapa baik-baik aja? Tadi dia nggak enak badan gitu. Iya, nggak enak badan, makanya aku mau jengukin. Soalnya rumah aku kan paling deket sama dia,” ujar Ify sambil berusaha menormalkan cara bicaranya.
“Oh, ya udah nanti aku anterin sampai Citra’s cake aja.”
Sejurus kemudian, Ify menghela nafas lega. Akhirnya dia tak perlu berlama-lama membohongi Alvin.
***
Sampai di gang, Alvin benar-benar menepati janjinya. Pemuda itu menurunkan Ify di depan Citra’s cake yang berada di depan gang menuju rumah Ify.
“Makasih ya,” ujar Ify pada Alvin.
“Nggak perlu makasih. Ah kamu kayak sama siapa aja,” balas Alvin sambil terkekeh.
Ify jadi ikut tertawa kecil. Namun, tawa itu terhenti ketika bibir Alvin menyentuh pipinya secara kilat. Gadis itu melongo dan detik berikutnya wajahnya menunduk karena malu.
I love you ‘till the end.”
“Sana. Keburu sore,” lanjut Alvin.
“Mm, iya. Aku turun dulu ya,” balas Ify yang masih salah tingkah. Sejujurnya, Alvin tengah menahan tawanya melihat gadisnya seperti itu.
Sebelum Ify membuka pintu mobil Alvin, si pemilik mobil itu mencegahnya. Dia pun turun dari pintu kemudi lantas membukakan pintu untuk Ify. Beginilah Alvin-nya Ify, begitu tahu bagaimana cara memperlakukannya. Dan yang terpenting, Ify selalu merasa tersanjung dengan tindakan romantis Alvin.
“Kamu pulang dulu, baru aku beli cake-nya,” ujar Ify.
“Haha. Kamu itu lucu banget sih. Biasanya kan cowok yang bilang begitu, ini malah ceweknya,” sahut Alvin dengan tawa lebar.
“Nggak pa-pa dong! Kan aku beda dari yang lain.”
Alvin semakin tertawa. “Iya. Kamu emang beda. Selalu aja bisa bikin aku jatuh cinta.”
“Alviiinnn... udah ah jangan gombal mulu. Kamu nggak mau punya pacar yang gila kan? Kalau kamu gombalin mulu, bisa-bisa aku jadi sering senyum-senyum nggak jelas,” dengus Ify.
“Hahaha. Itu serius tahu!” seru Alvin.
“Oke oke. Ya udah, kamu pulang gih. Jangan mampir ke mana pun apalagi sama cewek selain aku,” ancam Ify.
“Ngusir ceritanya? Lagian, nggak bakal ada yang lain. Cuma Ify Michella. Ciyussss,” goda Alvin.
“Alaaayyy! Udah ah. Sana pulang. Ntar aku nggak jadi jengukin Cakka.”
“Oh iya deng. Bye bye sayangku,” ujar Alvin yang kemudian mendaratkan bibirnya ke pipi putih Ify untuk kedua kalinya. Namun, kali ini Alvin langsung masuk ke dalam mobilnya. Membiarkan Ify mencak-mencak sambil ngedumel. Lagi-lagi, pemuda itu tertawa melihat tingkah Ify dari dalam mobil.
Sejurus kemudian, mobil berwarna silver tersebut melaju meninggalkan sosok Ify  yang kini tersenyum lirih sambil memegangi pipi kirinya--bekas dicium Alvin. Dia pun melangkahkan kaki menuju gang.
Tanpa disangka, sudah ada pemuda yang tak ingin dilihatnya. Pemuda tersebut sudah nangkring di atas motornya yang berada di tepi jalan gang. Ify mendengus sebal.
“Mau apa lo?!” ketus Ify.
“Gue udah nungguin lo daritadi. Ayo. Gue anter ke rumah,” ujar Rio tanpa mempedulikan pertanyaan Ify.
“Ogah! Gue bisa jalan kaki. Lagian ini tuh deket, ngapain lo anter segala?” kesal Ify.
“Jadi, lo mau gue anterin dari sekolah biar jauhan? Bilang dong,” goda Rio yang membuat Ify menepuk keningnya.
“Ampun deh!!! Lo tuh yaaa--
“Udah ganteng, baik, romantis lagi,” potong Rio dengan cepat.
Ify langsung memijat keningnya dan menatap sengit makhluk di hadapannya ini. Rasanya, sekarang ini dia ingin mencekik leher Rio sekarang juga. Apalagi menatap wajahnya yang sok kegantengan itu, Ify menjadi semakin tidak suka padanya.
“Jangan diem aja kali,” celetuk Rio.
“Atau lo mau gue cium dulu kayak Alvin tadi? Mau yang sebelah mana?” ceplos Rio yang membuat  Ify mendelik.
“NIH!!! Cium buku gue!” nyolot Ify sambil mengarahkan buku cetaknya ke muka Rio.
“IFYYY!!!”
***
Di rumah Shilla sendiri, dia dan sahabat-sahabatnya--Zevana, Acha dan Cakka--tengah mengadakan rapat meja persegi. Mereka tengah membahas jalan keluar untuk masalah Ify supaya gadis itu tak marah-marah lagi.
Sayangnya, sudah satu jam di rumah Shilla ini, mereka belum juga menemukan ide untuk menggagalkan perjodohan Ify dan Rio. Orange juice dan beberapa cemilan pun sudah berpindah ke perut mereka. Bahkan, Zevana sudah menguap sebanyak 15 kali.
“Gimana dong? Gue ngantuk banget,” dumel Zevana.
“Susah sih. Coba lo nggak ngenalin Alvin ke Ify, Cha. Pasti kan Ify nggak berat di Alvin,” sahut Shilla.
“Kok gue? Kan Alvin yang minta. Sebagai teman, nggak mungkin kan gue nolak? Lagian gue tahu banget kalo Alvin nggak akan mainin Ify. Terbukti kan?” balas Acha membela diri.
“Udah deh nggak usah ribut. Tau gini, mending pake cara gue yang tadi,” celetuk Cakka.
“Tembok! Lo pikir bakalan berhasil?” sengit Zevana.
“Ya kan belum dicoba,” elak Cakka.
“Cakka yang gantengnya di bawah Justin Bieber. Sivia sama Ify itu sinkron banget. Lo nggak bisa lihat itu? Rio aja udah naksir Ify dari kelas satu. Dan elo mau bikin dia jatuh cinta sama Sivia? Hellooowww....”
Cakka merengut. Bibirnya sengaja dimajukan untuk memperdalam ekspresi kesalnya. Sayangnya, tiga gadis itu malah tergelak melihatnya. Ah begini nih, resiko menjadi satu-satunya anak laki-laki di antara mereka. Positifnya, dia yang paling tampan. Negatifnya, Cakka sering ditindas seperti sekarang ini.
“Atau... kita bikin Alvin aja yang jatuh cinta sama Sivia?” usul Acha--tanpa dosa.
“GILAAA!!! Itu namanya mau bunuh diri. Lo nggak mau dibunuh Ify kan? Dia mah kelihatannya aja gemulai. Kalo udah marah, jiwa evil-nya keluar semua. Hiii serem,” ceplos Zevana yang disetujui oleh Cakka dan Shilla.
“Jadi gimana?” tanya Acha mulai frustasi.
Sampai sekarang pun, tak ada yang bisa memberikan solusi. Baik Cakka, Zevana maupun Shilla hanya menggeleng pasrah.
“Udah ah nggak usah dipikirin. Mau Ify sama Alvin atau Rio, kita dukung aja sebagai sahabat,” ujar Cakka.
“Iya juga sih.”

4 komentar:

Eksha Rahmah mengatakan...

aaa keren kakk,, lanjut kak,,, gak pake ngaret,,
gak mau tau rify jadi nikah nya, kalo perlu punya anak sekalian wkwk *eh *pisss

Fanny Salma mengatakan...

Nggak ngaret gimana? Kan ini cuma 2 bagian dan udah aku post semua-_- eh btw ini cerpen

Anonim mengatakan...

Kok nggak biisa dibuka kak yang bagian 2nya ?

Fanny Salma mengatakan...

Coba lagi. Insyaallah kali ini bisa. Tapi kalo tetep nggak bisa, cek langsung ke blog-ku ya, ada di bawah postingan ini

Posting Komentar