"Tanpamu,
aku sebatas rindu yang tak pernah sampai ke peraduannya." - Fanny Salma (20yo)

Sabtu, 08 Juni 2013

Cerpen - Kisah Klasik Persahabatan

Tittle: Kisah Klasik Persahabatan

Author: Fanni Salma :)


“ Kisah Klasik Persahabatan “


Biarkan saja
Kekasihmu pergi
Teruskan saja
Mimpi yang kau tunda
Kita temukan
Tempat yang layak
Sahabatku ...

          Hatiku tersayat. Meninggalkan bekas luka yang tak berobat. Inikah cinta? Penuh kepalsuan antara kau dan aku. Mungkinkah cinta memang tak berpihak padaku? Aku hanya terdiam, menikmati setiap sentuhan kepasrahan. Kepasrahan saat aku melihatmu, denganya. Lalu, apa aku ini?? Apakah aku hanya sebatas jembatan penyebrang antara kau dan dia? Kau anggap aku apa??!!

“Istiii...” Sentuhan lembut membelai bahuku. Aku menoleh dan mendapati gadis berwajah manis tersenyum kepadaku.

“Apa?”tanyaku dingin.

Gadis itu mengambil tempat duduk di sampingku, di taman kota yang selalu sepi ini. Dialah orang selalu bersamaku, menemani hariku tanpa aku tau tentangnya. Dia yang selalu hadir dalam ketidak inginanku namun dia tetap sabar menjagaku.

“Kan gue udah bilang kalo Raffy nggak pernah suka sama elo, dia jadian sama elo itu cuma mau manfaatin keadaan. Dia pengen deket sama Vindi. Lo sadar kan kalo elo sama Vindi itu sahabatan?” aku tertegun sejenak. Beberapa minggu lalu gadis ini memang memberitahukan hal ini namun aku terlalu buta untuk memahami semuanya.

“Lo nggak bego kan? Lo pasti bisa ngerti mana yang baik dan mana yang buruk,”lanjut gadis ini dengan senyum yang sengaja ia lemparkan untukku.

“Faannn... Maafin gueee, maaaaafff!!!” Aku terisak lalu memeluk gadis ini penuh rasa bersalah. Selama ini aku terlalu buta. Iya, aku buta! Sampai-sampai tak pernah tau bahwa gadis ini sedang menjagaku. Menjaga hatiku.

“Udah is, udaahh. Lo nggak peerlu nangis kayak gini.” Dia balas memelukku sambil mengusap rambut panjangku.

“Gue bego fan! Bego! Kenapa sih dulu gue nggak dengerin kata-kata lo? Sakitt faannn sakiitttt,”cerocosku.

“Aduh is, yang penting kan sekarang lo udah tau siapa Raffy sebenarnya. Dan tolong jangan dendam sama siapapun ya,”balas Fanni.

“Kenapa? Mereka jahat! Raffy cowok gue teruuusss Vindiiii, sahabat gue! SAHABAT.” Aku mengucapkan kata ‘SAHABAT’ dengan penekanan.

“Siapa yang tau cinta? Cinta emang menggelitik hati tapi justru bisa membunuh. Raffy bukan mau nyakitin elo tapi dia terjebak dan akhirnya dia memilih jalan yang salah lalu Vindi nggak bisa disalahin, selama ini dia selalu nyupport elo sama Raffy tapi apa salah kalo ternyata dia malah balik jatuh cinta sama Raffy? Enggak is! Nggak ada aturan untuk jatuh cinta.” Aku mencerna ucapan Fanni dengan takut. Ia benar. Mereka tak pernah salah. Cinta yang salah, kenapa cinta terlalu jahat sampai-sampai dia tega membunuhku?

“Terus sekarang gue harus gimana?”tanyaku bingung.

“Masa depan lo masih panjang. Mau kan lanjutin mimpi sama-sama? Sama gue.” Aku tersenyum lalu mengangguk setuju.

Aku dan Fanni tertawa bersama. Melupakan setiap aliran darah yang masih berkesimpuh menahan lara yang baru saja mengalir lembut, perlahan namun menusuk. Tapi kini aku percaya kepadanya. Masa depan jauh lebih penting.

Aku bernyanyi untuk sahabat
Aku berbagi untuk sahabat
Kita bisa...
Jika bersamaaa ....
Aku bernyanyi untuk sahabat
Aku berbagi untuk sahabat
Kita bisa...
Jika bersamaaa ....

“Sekarang kita kemana?”tanyaku.

“Sekarang kita temui Raffy sama Vindi. Selesaiin masalah ini,”jawab Fanni lembut.

“Ok.. Oke.” Aku sedikit ragu.

“Ayukk.”

Aku dan Fanni berjalan beriringan menikmati sayup-sayup angin yang bersemilir menerpa wajah kami, rambutku yang panjang ikut bergoyang tanpa malu. Fanni masih tersenyum. Sesuatu yang khas menghiasi wajah tirusnya.

“Itu....” Fanni menunjuk ke arah dua sejoli yang tengah bercengkerama. Aku menguatkan hati. Baru saja sakit hatiku perlahan hilang namun dengan pemandangan menakjubkan ini, aku seakan tertimpa puluhan rasa sakit. Rasa sakit itu bernafsu menggoyahkanku. Aku takut, takut kehilangan mereka berdua namun aku terlalu benci oh tidaakk, kata Fanni mereka tak pernah salah.

“Iss... istii???” sepertinya mereka tersentak menyadari kehadiranku.

“Ini akan terasa sakit tapi setelah itu lo bakalan jauh lebih lega,”bisik Fanni.

Aku tersenyum menyapa hangat keduanya. Ini bukan akhir segalanya bukan? Mungkin Tuhan tengah menyimpan jodohku di tempat yang aman. Iya, pasti.

“Hai, seneng banget ya?” aku merutuki diriku sendiri. Kenapa sih aku harus bersikap ketus? Aduh is, tegar is tegaaarr!!!

“Emm, sorry ya kalo gue ganggu kalian...” Lagi-lagi aku merutuki diriku sendiri. Nada bicaraku terkesan iri hati.

“Gue.. gue mau ngomong sama elo Raf.” Raffy mendongak lalu menatapku nanar.

“Kita putus.” Aku berucap demikian dengan senyum yang sedari tadi berusaha aku pamerkan. Lihat! Aku masih bisa tersenyum bukan?

“Maaf is, maaf.” Raffy menyentuh bahuku. Aku mengelaknya.

“Lo bisa dapetin apa yang lo mau, sekarang,”ucapku sambil berlalu menarik Fanni. Ajaibnya, rasa sakit yang sedari tadi ku tahan kini seakan melegakan.

“Thanks,”ucapku tulus kepada Fanni.

“Yeaah.”


***


Hari demi hari membawaku ke puncak kembali. Aku masih bisa melanjutkan hidupku, tanpa Raffy. Sekarang aku dan Fanni tengah bergabung ke dalam sebuah fanbase. Fanbase dimana aku belajar banyak hal. Awalnya aku tak tau fanbase apa ini tapi setelah mendengar cerita dari Fanni, aku sedikit paham. Sebut saja RIFY MANIACS, sekumpulan orang penggila berat Ify Alyssa dan Mario Stevano. Keduanya sama-sama terlahir dari ajang pencarian bakat. Awal terbentuknya fanbase ini karena mereka yang diminta berduet saat Grand Final. Ify yang pintar membuat melodi-melodi indah dari grand piano putihnya dan Rio dengan suara emasnya.

RIFY MANIACS. Fanbase yang dianggap ‘memaksa’ , entah akupun tak mengerti dimana letak ‘pemaksaan’ itu. Yang jelas aku bahagia berada di dalamnya. Aku tersadar, bukan Raffy yang membuat kebahagiaanku namun bagaimana aku menemukan kebahagiaanku.

“Gimana? Mereka asik kan?”tanya Fanni saat kami sedang makan siang di cafetaria. Di depan kami terpampang notebook yang akhir-akhir ini menyibukkan kami berdua.

“Bangeettt!!! Ah gilaaaa, seneng banget guee,”ucapku tanpa menghentikan jemariku yang terus-terusan mengetik.

“Lo yang baru gabung aja bahagia banget yaa, kenapa mereka malah benci banget sama fanbase ini ya?”tanya Fanni miris. Aku mengerti maksudnya.

“Udahlah santai aja, mereka itu buta! Asal ngejudge seenak udelnya. Coba kalo udah masuk grup, pasti nyesel tujuh turunan udah ngehina fanbase kita,”hiburku.

“Yooiii, capek gua kalo terus-terusan adu bacot sama mulut sampah begitu.” Aku tertawa renyah. Fanni emang nggak bisa tahan kalo ada yang ngejelekin Ify apalagi RFM (singkatan RIFY MANIACS), meskipun udah menyatakan ‘silent’ tapi tetep aja dilanggar. Dia terlalu sayang sama Ify.

“Paham deh paham,”balasku.

“Lagi apa sih lo? Asik bener?”tanya Fanni sambil mencuri-curi mengintip layar notebookku.

“Chat nih sama anak-anak RFM. Ada Esti, Rani, Rei, Linda, Fira, Amel, Anin, aduuhh banyaaaakkkkk!!!”ceplosku.

“Ahh gua ngikut!!”seru Fanni lalu bergegas membuka notebooknya dan menyambungkan ke internet lalu ikut chat bersama kami. Dia nggak kalah rusuhnya.

Di RFM, semua anak-anaknya rusuh dan nggak jarang alasanya ngocol banget. Ada yang galau karena Ify dan Rio nggak jadian, ada yang galau gara-gara Rio dan Ify beda agama, bahkan ada yang galau kalau grup sepi. Kata Fanni, di sana ada satu hal yang sampai sekarang belum aku mengerti. Entah, ia terlalu pelit untuk memberitahukan padaku. Argh! Dasar Fanni.

RIFY MANIACS


Esti Pangestika

Mau kumbar nggak? Anniv loh anniv. RFM Jateng manaaaaa???

Aku tersentak melihat postingan Esti. Dengan sigap aku menarik Fanni yang masih sibuk dengan notebooknya. Sepertinya dia terlalu asik membully anak-anak RFM yang jones, aduhh kan dia juga jones. Ck!

“Apasihh,”kata Fanni kaget.

“Baca nih baca. BACA!!”kataku nggak nyantai sambil menunjuk postingan Esti.

“KUMBAR RFM JATENG?? HUAAA MAAAUUUUU!!!” aku berusaha keras untuk menutup telinga supaya suara gadis ini tak merusak indera pendengaranku.

“Iss pokoknya kita harus ikut!! HARUUSS!!!” Fanni menganiayaku.

“Fann wooii faann!! PELAN NAPAAHH???!!”teriakku. Fanni tersadar lalu nyengir tanpa dosa. Hampir saja aku mati.

“Kita ikut kan is? Ikut dums, pan lo baik banget yaa.” Aku mendelik. Gadis ini kalo ada maunya baik-baikin orang.

“Iya iyaaaa.” Ku lihat Fanni tersenyum girang. Ku pikir ini pasti menyenangkan. Ya, mungkin.

“Gue sms Esti dulu ya.” Aku hanya mengangguk.


***

Berjanjilah..
Wahai sahabatku..
Bila kau tinggalkan aku
Tetaplah tersenyum

Meski hati...
Sedih dan menangis
Ku ingin kau tetap tabah
Mengahadapinya

Bila...
Kau harus pergi
Meninggalkan diriku
Jangan lupakan aku

Semoga dirimu di sana
Kan baik-baik saja
Untuk selamanya
Di sini aku kan selalu
Rindukan dirimu
Wahai sahabatku ...

Di sinilah kami, di sebuah tempat karaoke di daerah Semarang. Aku, Fanni dan RFM Jateng lainnya (namun ada juga yang bukan asli jateng) tengah berkumpul manikmati video duet Rio dan Ify dua taun lalu. Iya, dua taun lalu karena memang aku baru saja bergabung dan baru tau sekarang. Lama bukan?

“Ahh kangen deh mereka duet gitu, kapan lagi yaa?”tanya Esti.

“Ntar deh kalo gua jadian sama Gabriel,”sahut Fanni enteng.

“Woooo!!!”

“Eh sekarang kita ngapain lagi?”tanyaku.

“Kita bikin video aja ya, apasih yang kita dapet selama jadi RFM. Gimana?” Fanni dan aku semangat mengangguk.

“Oke!” Esti menyalakan laptopnya dan mulai merekam.

“Haaiiii kita dari RFM Jateng nih eh nggak cuma jateng sih, ada juga yang luar kota. Hehe.” Esti mulai bercerocosria.

“Oke, kita mau bahas nih apa aja yang kita dapet selama jadi RFM. Duh kalo gua sendiri sih banyak pastinya. Dua taun nggak sebentar kan? Yang pasti gue bisa belajar bagaimana menjadi sosok manusia yang sabar. Iyalah! Orang haters RFM aja banyak bacot pasti kesel juga kan? Tapi gue seneng, seneng karena dengan begitu gue bisa belajar untuk menghargai orang lain. Kalo kita mau dihargai kan harus menghargai orang lain ya? Nah! Makanya semoga haters-haters cepetan tobat deh.” Ada yang terkikik mendengar ucapan Esti. Kesanya Esti kayak lagi orasi.

“Selanjutnya gue. Gue nggak tau juga kenapa srek banget sama grup RFM. Yang pasti gue bahagia karena dikenalin Tuhan sama makhluk-makhluk ibarat malaikat kayak kalian,”ucap Anin salah satu RFM dari luar jateng.

“Gue yaa? Ehmm jujur aja sih gue baru join sekitar 4 bulan yang lalu. Aduh awalnya gue diajakin Fanni dan nggak muna juga gue nggak begitu tau tentang Rio sama Ify kalo bukan di kasih tau. Hehe, tapiiii gue nggak pernah nyesel masuk grup RFM, gue belajar banyak hal di sana bahkan tempat move on gue juga di sana. Pokoknya sampai kapanpun gue nggak pernah menyesal berada di sana,”ucapku rada bingung. Kok gugup yaa?

“Buat gue sendiri, RFM itu udah keluarga gue banget. Semua orang bisa ngertiin gue di sana, mengerti dalam arti tau keadaan gue bukan perasaan gue tapi itu udah cukup. Ini dunia maya tapi ternyata saat semua di satuin nggak ada yang berbeda. Kami hanya kumpulan fans yang penuh semangat memperjuangkan harga diri kami bahkan idola kami. Tanpa mereka tau bagaimana kami di dalam, mereka terus mengejudge kami dengan asal tapi tak mengapa, kadang gue juga bingung kenapa masih bisa bertahan di lingkup seperti itu tapi gue udah tau jawabanya, karena mereka tulus menerima gue. Dan buat elo elo yang termasuk salah satu dari para penyamun itu, lihatlah kami dengan hati kalian. Apa pernah kami menghina kalian? Apa pernah sebelumnya kami mengenal kalian? Takkan ada asap bila tak ada api bukan? Lalu, apa kalian tau mana yang menjadi asap dan mana yang menjadi api? Saran gue, introspeksi diri ya.” Aku sedikit terperangah dengan ucapan Rani barusan. Benar juga ya, selama peperangan sengit terjadi, tak ada yang mengerti mana yang asap yang mana apinya.

“Ehhmm, RFM. Di sana gue punya sesuatu yang mungkin nggak pernah kalian sadari, yaitu kisah klasik persahabatan. Tanpa sadar kita udah jadi sahabat. Klasik bukan? Tanpa mengenal perbedaan, kita menjadi satu. Ibarat pelangi dengan warna yang berbeda lalu disatukan menjadi sebuah gradasi yang menakjubkan. Kita yang masing-masing mempunyai sifat yang tentu berbeda, kita yang terlahir dari latar belakang yang berbeda, dan tentu hampir semua tentang kita adalah berbeda. Hanya dengan persamaan prinsip kita seakan tak mengenal perbedaan dan justru saling melengkapi. Satu yang gue tau, persahabatan itu ternyata sangat klasik. Apabila suatu saat nanti gue harus pergi jauh tapi gue yakin persahabatan itu akan tetap ada. Bahkan sampai Rio maupun Ify udah kakek nenek, gue nggak akan mudah ngelepasin persahabatan klasik ini. Terus buat haters, terima kasih banget buat kalian, karena kalian gue belajar bagaimana bersabar, gue belajar untuk selalu introspeksi diri, gue belajar tentang perbedaan, gue belajar banyak yang sebelumnya gue nggak tau apa-apa dan yang terpenting karena kalian juga gue tau kenapa gue sayang banget sama Ify yang paling sering kalian hina itu. Udah deh segitu aja,”ceplos Fanni yang diakhiri dengan kata ‘aja’ padahal udah panjang lebar begitu. Namun sekarang aku mengerti, kisah klasik persahabatan.

Selanjutnya sampai selesai, tak jarang ada yang rela menumpahkan air matanya termasuk aku. Selama aku bersahabat dengan Vindi dulu, aku tak pernah tau bagaimana rasanya punya sahabat. Sekarang ia hanya masa laluku, munafik sekali kalau aku bilang “Tak ada mantan sahabat” toh pada kenyataanya aku dan Vindi memang bukan sahabat lagi. Dia terlalu sibuk dengan dunianya, demi rasa sakitku dulu aku bersumpah tak ingin mengenal gadis pecundang itu.

“Aduh pengen nangis gue gara-gara ada yang bawa-bawa agama, hehe. Gimana tadi? Dan ternyata benar, tanpa gue sadar ada kisah klasik persahabatan yang gue rasain. Gue mau say thanks juga buat semuanya daannn .......”

“HAPPY BIRTHDAAAAYYY ER EF EEEEEMMMMMMMMM!!!!” seketika ruangan menjadi riuh, kami bersama-sama meniup lilin berangka 3 yang dikelilingin lilin warna warni disekitarnya pada kue tart bertuluskan ‘Happy 3rd Anniversary RiFy maniacs’. Lampu ruangan yang remang-remang seakan menambah kesan ‘manis’. Kami lalu tertawa dan tak jarang ada yang jahil memeletuskan balon yang sengaja dibuat properti. Setelah itu kami saling bersalaman dan berpelukan bersama wajah-wajah bahagia.

Tuhan itu adil. Meski Vindi bukan lagi sahabatku namun di sini aku mendapat lebih dari satu sahabat yang bahkan tak pernah mengenalku namun mereka begitu tulus. Meski banyak keadaan yang memojokkan tapi aku merasa ini tantangan. Bukankah haters dan lovers adalah perpaduan yang wajar?


***


Seminggu berlalu semenjak anniv. Aku dan Fanni masih tetap merusuh di tempat itu. Sekarang mereka lebih mirip keluargaku. Iya, keluarga kedua. Kak Radith papanya, kak Gita mamanya dan kami sisanya anak-anak mereka *eh. Dan aku harap untuk anniversary selanjutnya akan lebih baik dan terus baik. Di sini, RFM. Ada kisah klasik persahabatan.

Sometimes you think ...
You'll be bind by yourself
Cause a dream is a wish You Make all alone...
It's easy to feel Like you don't need help
But it's harder to walk On your own...

You'll change inside
When you realize
The world comes to life
And everythings alright
From beginning to end
When you have a friend By your side...

That helps you to find
The beauty you are
When you'll open your heart
And believe in...
The gift of a friend...
The gift of a friend...

Someone who knows
When your lost...
And your scared...
There through the highs
And The Lows...
Someone who count on
S
omeone who cares...

Besides you where ever you go

You'll change inside
When you realize...
The world comes to life
And everythings alright
From beginning to end
When you have a friend
By your side...
That helps you to find
The beauty you are
When you'll open your heart
And believe in...
The gift of a friend

And when your hope crashes down
Shattering to the ground You...
you feel all alone
When you don't know
Which way to go...
And There's no such leading you on
You're not alone...

The world comes to life
And everythings alright
From beginning to end
When you have a friend
By your side...
That helps you to find
The beauty you are
When you'll open your heart
And believe in...
When you believe in...
You can believe in..
The gift of a friend

***

0 komentar:

Posting Komentar