Tittle: Bidadari Surga
Author: Fanny Salma
Bidadari Surga
Pagi
yang cerah itu Tania terbangun dari tidurnya. Setelah itu ia bersiap untuk
pergi ke sekolah diantar papa. Tania bersekolah di SD Cemara Kasih. Di sana ia
punya banyak teman karena Tania anak yang baik.
Sesampainya
di sekolah, kaki Tania berhenti melangkah tepat di ruangan kelas empat. Di bangkunya
sudah ada Khalif, teman sebangku yang sangat lucu dan sedikit narsis. Tania
tersenyum kepadanya.
“Selamat
pagi Khalif,”sapa Tania ramah.
“Selamat
pagi juga Tania, udah ngerjain PR?”tanya Khalif.
“Udah
donk. Kamu belum ya?”balas Tania masih dengan senyum ramah.
“Udah
kok. Tadi malem kak Gabriel yang ngerjain, aku tidur. Hehe,”seringai Khalif.
“Wooo!
Ngerjain sendiri donk lif, ntar kalau kamu nggak naik kelas gimana?” Khalif
menggaruk bagian belakang kepalanya.
“Iya
juga sih. Kalau gitu mulai sekarang aku mau belajar giat deh biar bisa ngerjain
PR sendiri.” Tania tersenyum mendengarnya.
“Yap!
Biar bisa jadi dokter kayak cita-cita kamu. Iya kan?”tanya Tania sambil
menaikkan sebelah alisnya.
“Ah
Tania... aku kan emang calon dokter!” Tania tertawa. Khalif memang bercita-cita
menjadi dokter.
Tiba-tiba
dada Tania terasa sesak. Tanpa Tania ketahui lagi, semuanya menjadi gelap.
***
Tania
membuka mata dan menatap ruangan yang serba putih. Sedikit melirik ke arah
pintu, terlihat papa dan mama serta kak Alyssa sedang berbicara dengan dokter
Zahra, wanita itu dokter Tania dan kak Alyssa sejak kecil. Tania penasaran dan
memilih untuk mendekati mereka. Dengan langkah pelan, ia mulai mendengarkan
dengan seksama perbincangan orang dewasa itu.
“Tania
mengidap leukimia, saya tidak bisa memastikan sampai kapan dia akan bertahan.
Mungkin hanya satu bulan tapi semua kita serahkan kepada Allah,”ujar dokter
Zahra yang sengaja didengar oleh Tania.
“Apa?
Leukimia? Anda pasti salah kan?”tanya Papa tak percaya.Terlihat mama sudah
menangis di pelukan kak Alyssa.
“Maaf,
hasil lab kami menyatakan demikian.”
Dokter Zahra tertunduk pasrah.
“Adek
saya nggak bakal mati dok!”tegas kak Alyssa. Sontak Tania mengerutkan kening
karena mendengar kata ‘mati’.
“Aku
bakalan mati?” begitu yang keluar dari mulut gadis itu secara tiba-tiba. Papa,
Mama, kak Alyssa dan dokter Zahra langsung menyadari kehadiran Tania yang
berada tepat di belakang mereka.
“Tania?
Kok kamu di sini? Kamu masih sakit sayang,”ucap Papa lembut sambil mengelus
puncak kepala Tania.
“Kalian
kenapa nggak jawab pertanyaan Tania? Apa Tania bakalan mati?”tanya Tania sekali
lagi tanpa memperdulikan perkataan Papa karena ia merasa diabaikan.
“Taniaa...”lirih
Mama.
“Mama
kenapa nangis? Karena Tania bakalan mati?” Tania bertanya demikian dengan wajah
polosnya.
“Semua
orang bakalan mati sayang,”sahut Papa.
“Mati
itu apa?”tanya Tania polos.
“Mati
itu kembali ke rumah Allah,”jawab Papa sambil terus mengelus puncak kepala Tania
dengan senyumnya yang tiada pudar.
“Oh.
Kalo gitu Tania nggak mau mati ah, Tania masih mau main sama mama, papa juga
kak Alyssa.” Mama semakin terisak mendengar ucapan Tania.
“Tania,
pulang yuk!”ajak kak Alyssa. Tania hanya mengangguk.
Kemudian
mereka semua pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Mama sudah bisa tersenyum
namun wajahnya masih terlihat sedih. Tania yang tidak tega langsung
berinisiatif menyanyikan lagu kesukaannya untuk Mama.
“Kak,
kakak main gitar ya. Aku mau nyanyi buat mama, lagu biasa ya kak,”pinta Tania
ke kak Alyssa. Kakaknya itu mengacungkan jempolnya.
“Syukuri apa yang ada hidup adalah anugerah
tetap jalani hidup ini melakukan yang terbaik... Tuhan pasti kan menunjukkan
kebesaran dan kuasanya... bagi hambanya yang sabar dan tak kenal putus asa....”
lagu itu mengalun lembut dari bibir Tania.
Papa
dan mama diam-diam mengucap syukur karena memiliki anak seperti Tania yang
sudah berbakti kepada mereka selama ini. Tania yang membanggakan.
“Makasih
ya sayang. Apapun yang terjadi, kamu jangan pernah putus asa ya,”ujar Mama lalu
mencium Tania dan memeluknya erat. Papa dan kak Alyssa tersenyum lalu ikut
memeluk Tania.
***
Esoknya
di rumah, Tania menangis di depan Papa, Mama dan kak Alyssa. Bahkan ia sangat
terisak.
“Pokoknya
Tania nggak mau mati!”
“Dek,
Allah itu udah mengatur segalanya. Kamu harus sabar,”ujar kak Alyssa.
“Kenapa
Allah jahat sih kak? Tania kan pengen sama kalian terus,”balas Tania sambil
terisak.
“Adek
nggak boleh gitu ke Allah, ntar adek dosa loh. Kalau dosa masuk neraka,”jelas
kak Alyssa. Papa dan Mama hanya terdiam, membiarkan kak Alyssa membujuk Tania.
“Neraka
itu apa?”tanya Tania.
“Neraka
itu tempatnya anak-anak nakal. Di sana serem deh! Adek nggak mau kan masuk
sana? Beda sama di surga, di sana enak banget deh! Adek minta apa aja langsung
di kasih sama Allah.” Tania mulai meredakan tangisnya.
“Kenapa
Allah nggak kasih di sini aja?” kak Alyssa menggeleng.
“Karena
Allah ingin kita menjadi kepompong dulu sebelum menjadi kupu-kupu makanya kita
harus jadi anak baik kayak bidadari yang ada di surga ,”jawab kak Alyssa.
“Di
surga ada bidadari? Cantik ya kak?” kak Alyssa mengangguk.
“Oh..
maafin Tania ya kak, ma, pa. Tania nggak mau sedih lagi, Tania juga mau jadi
bidadari surga. Maafin adek ya..”
***
Satu bulan kemudian operasi Tania mencapai
kegagalan. Ia telah meninggal. Teman-teman SD Cemara Kasih berduka melihat
kepergian teman mereka yang sangat baik itu.
“Khalif
kangen Tania kak, temen-temen juga,”ujar Khalif yang sekarang ada di rumah
Tania bersama kakaknya, kak Gabriel.
“Iya
Khalif, kamu harus jadi anak baik kayak Tania ya!”balas kak Gabriel.
“Khalif
janji, Khalif mau belajar giat supaya bisa pinter kayak Tania terus jadi
dokter. Pasti Tania bangga sama Khalif,”ucap Khalif. Kak Gabriel tersenyum lalu
mengajak Khalif berpamitan dan pulang ke rumah mereka.
“Mungkin
Tania udah jadi bidadari surga ya ma,”ujar kak Alyssa setelah rumah menjadi
sepi.
“Iya.
Tania anak yang baik, semua yang baik pasti mendapatkan balasan yang baik
juga,”jawab Mama.
“Alyssa
sayang Tania,”ucap kak Alyssa.
“Iya
kak. Tania pasti juga sayang banget sama kakak,”sahut Papa.
Mereka
bertiga lalu mendoakan Tania supaya masuk surga karena selama ini telah menjadi
anak yang berbakti dan berprestasi.
---END--
0 komentar:
Posting Komentar